TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa KPK mendakwa mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Sudjadnan Parnohadiningrat, dengan dua pasal korupsi.
Menurut Jaksa I Kadek Wiradana, Sudjadnan yang juga mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat telah menyelewengkan uang negara sebesar Rp 11 miliar dalam 12 penyelenggaraan sidang dan konferensi internasional di Kementerian Luar Negeri pada kurun 2004 sampai 2005. Tak hanya itu, terdakwa juga didakwa karena memperkaya diri dan atau orang lain dan atau korporasi sebesar Rp 4,57 miliar.
Menurut Jaksa Ahmad Burhanuddin, salah satu pihak yang diuntungkan Sudjadnan adalah mantan Menteri Luar Negeri, Noer Hassan Wirajuda. Ketika itu, ia menjabat sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
"Terdakwa memperkaya Hassan Wirajuda sebesar Rp 440 juta," kata Jaksa Ahmad Burhanuddin saat membacakan surat dakwaan Sudjadnan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (26/3/2014).
Sementara dipaparkan, Jaksa I Kadek Wiradana, Hassan adalah orang yang memerintahkan Sudajdnan agar Kemenlu lebih sering menggelar sidang dan pertemuan internasional pada kurun 2004 sampai 2005 menggunakan dana cadangan (bertanda bintang) pada Sekretariat Jenderal Kemenlu.
Alasannya adalah sebagai sarana belajar mengadakan suatu persidangan.
Selain memperkaya diri sendiri sebesar Rp 330 juta, Jaksa Kadek menyatakan Sudjadnan turut memperkaya dua anak buahnya, Warsita Eka dan I Gusti Putu Adnyana, masing-masing sebesar Rp 15 juta dan Rp 165 juta. Dia juga telah menguntungkan Kepala Bagian Pengendali Anggaran Kemenlu Suwartini Wirta sebesar Rp 110 juta.
Tidak hanya itu, kata Jaksa Kadek, Sekretariat Kemenlu kecipratan Rp 110 juta dari penyelenggaraan sidang dan pertemuan internasional itu. Selanjutnya, Direktur Jenderal Kemenlu yang membidangi kegiatan mendapat Rp 50 juta.
Jaksa Kadek menambahkan, beberapa pihak lagi yang kecipratan uang haram itu adalah beberapa Direktur yang membidangi. Antara lain, Hasan Kleib (Rp 100 juta), Djauhari Oratmangun (sekarang Duta Besar RI untuk Rusia, sebesar Rp 100 juta), Iwan Wiranata Admaja (Rp 75 juta dan Rp 1,45 miliar), pembayaran pajak PT Pactoconvex Niaga pada 2004 dan 2005 masing-masing Rp 500 juta, dan pembayaran jasa konsultan fiktif PT Pactoconvex dan PT Royalindo sebesar Rp 600 juta.