News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Century

Robert Tantular Paksa Anak Buah Urus Dana Budi Sampoerna

Penulis: Edwin Firdaus
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Direktur Utama Bank Century, Robert Tantular ketika bersaksi dalam sidang dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan tersangka Budi Mulya di Pengadilan Tipikor, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (24/4/2014). Bersama Robert Jaksa KPK juga memanggil saksi lainnya. Mereka yakni, Suherno Eliandi karyawan Lembaga Penyimpan Simpanan (LPS), Firdaus Jaelani Kepala Eksekutif LPS sekarang Otoritas Jasa Keuangan, dan Adolf L Tobing pegawai LPS, dan pegawai LPS Nur Cahyo. (Warta Kota/Henry Lopulalan)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Linda Wangsa Dinata mengatakan bahwa dirinya pernah diperintahkan oleh pemilik Bank Century, Robert Tantular membuatkan 247 lembar Negotiable Certifivate Deposito (NCD) masing-masing sebesar Rp 2 miliar dari dana deposito milik Budi Sampoerna sebesar 96,5 juta dollar AS.

Bahkan, mantan Kepala Cabang Bank Century cabang Senayan tersebut mengisyaratkan bahwa Robert terus mengejarnya untuk membuatkan NCD untuk Budi Sampoerna.

"Tanggal 15 November 2008, saya disuruh buat NCD sebanyak 247 lembar dari pindahan dana dari Surabaya yang katanya milik Budi Sampoerna," kata Linda saat bersaksi untuk terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (25/4/2014).

Di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, Linda juga mengatakan semua bermula ketika Robert meneleponnya tanggal 15 November 2008. Kemudian, mengatakan jika Budi Sampoerna (nasabah Bank Century) memasukan dana dari Bank Century cabang Surabaya ke cabang Senayan, Jakarta, pada tanggal 14 November 2008.

Selanjutnya, lanjut Linda, Robert memerintahkan dana tersebut dimasukan dalam bentuk NCD sebanyak 247 lembar yang dipecah Rp 2 miliar.

"Waktu itu saya bilang minta tolong fotokopi KTP Budi Sampoerna. Kemudian, seingat saya, tidak bisa kata pak Robert dan saya bilang tetap harus pakai KTP Budi Sampoerna," kata Linda.

Lalu Sabtu sore itu, Robert kembali menghubunginya untuk meminta segera dibuatkan NCD untuk Budi Sampoerna. Sementara identitas atau KTP Budi sudah ada di bagian HRD.

Namun, Linda tak menjalankan perintah Robert. Alasannya, bank saat itu sedang tutup.

Bahkan, Linda menyarankan ke Robert agar NCD tersebut dibuat pada hari Seninnya saja. Tetapi, Robert tetap memaksa. Linda juga bersikukuh tak menjalankan perintah tersebut.

Menurut Linda, pada hari Minggu tanggal 16 Nopember 2008, Robert masih memintanya untuk membuatkan NCD Budi Sampoerna tersebut.

"Tanggal 16 November 2008, pagi kita memang disuruh masuk, ada rapat pak Robert yang memimpin. Lalu, pak Robert memanggil, Linda tolong ini dibuat pak Budi Sampoerna menunggu. Saya bilang hari minggu tidak bisa. Tetapi, Dia (Robert) bilang pak Budi kan nasabah besar," kata Linda.

Atas dasar desakan itulah, Linda mengaku akhirnya mengerjakan pembuatan 247 NCD milik Budi Mulya pada hari minggu, tanggal 16 Nopember 2008.

Namun, Linda mengklaim tidak mengetahui nama-nama yang tercantum dalam 247 NCD tersebut. Sebab, yang membuatkan adalah stafnya.

"Kemudian di hari Senin atau Selasa, pak Robert bilang NCD sudah selesai tolong diantar ke Anton Tatular (adik Robert Tantular). Saya tidak bisa jadi minta staf saya yang mengantar," kata Linda.

Dalam sidang sebelumnya, Robert Tantular mengaku bahwa pada tanggal 14 Nopember 2008, bertemu dengan Budi Sampoerna selaku deposan besar di bank yang kini bernama Bank Mutiara. Dengan maksud, membicarakan dana Budi Sampoerna yang masih tersimpan di bank sebesar Rp 1,7 triliun.

Pembahasan tersebut sejalan dengan didapatkannnya Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) tahap pertama sebesar Rp 502 miliar dari Bank Indonesia (BI).

"Dari mulai bulan Agustus 2008, pak Budi Sampoerna mulai cairkan deposito-depositonya dengan alasan panen tembakau lagi bagus. Jadi butuh uang untuk membeli tembakau. Awalnya tidak masalah. Tetapi, belakangan likuiditas makin berat sampai akhirnya direksi memberi tahu Budi Sampoerna, kita belum bisa bantu lagi," kata Robert dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/4/2014) kemarin.

Kemudian, lanjut Robert, sebelum Bank Century dinyatakan kalah kliring, tepatnya tanggal 8 Nopember 2008, ia bersama dengan Hamdy (Wakil Dirut Bank Century) ke Surabaya untuk meminta Budi Sampoerna menjadi pemegang saham. Tetapi, ditolak.

Hingga akhirnya, Bank Century dinyatakan kalah kliring pada 13 Nopember 2008 dan dikabarkan ke anak Budi Sampoerna, yaitu Sunaryo Sampoerna.

"Besoknya, tanggal 14 November 2008, pak Sunaryo telepon saya katakan nanti saya kirim orang saya, yaitu Rudi Sunarya. Di situ baru bicarakan bagaimana penyelamatan uang Budi Sampoerna yang masih ada Rp 1,7 triliun," ujar Robert.

Ketika itu, lanjut Robert, ada tiga rencana penyelamatan yang diusulkan oleh pihak Budi Sampoerna, yaitu dipecah-pecah dalam bentuk deposito dengan besaran Rp 2 miliar, membeli aset Bank Century dan pinjaman USD 18 juta.

Menindaklanjuti skenario penyelamatan uang Budi Sampoerna tersebut, Robert mengaku disetujui oleh direksi Bank Century dan Budi Sampoerna harus datang ke bank untuk mengurusnya.

"Deposito kan semua di Surabaya, ditransfer ke kantor pusat Century di Senayan pada tanggal 14 Nopember 2008 malam," ujar Robert.

Hingga akhirnya, diakui bahwa deposito Budi Sampoerna dipindah dari Surabaya ke Jakarta sebesar USD 100 juta. Untuk direalisasikan dipecah-pecah menjadi 247 lembar Negotiable Certifivate Deposito (NCD), atas nama karyawan-karyawan Budi Sampoerna.

Kemudian, direalisasikan juga peminjaman USD 18 juta untuk menutupi kerugian valas Bank Century.

Tetapi, Robert menegaskan bahwa rencana penyelamatan uang Budi Sampoerna tersebut tidak ada kaitannya dengan FPJP yang didapat oleh Bank Century dari Bank Indonesia (BI).

Dari kronologi yang dipaparkan Robert memang menimbulkan kesan bahwa penyelamatan uang Budi Sampoerna dilakukan secara cepat, yaitu mulai tanggal 14 Nopember 2008 malam hingga 15 Nopember 2008.

Sementara salah satu pengacara Budi Sampoerna, Eman Ahmad Sulaiman pernah mengungkapkan kliennya menarik dana miliknya sebesar Rp 51 miliar yang tersimpan di Bank Century. Penarikan dana dilakukan setelah bank tersebut menerima bailout (dana talangan).

"Penarikan Rp 51 miliar atas inisiatif Pak Budi. Bahkan setelah berganti menjadi Bank Mutiara, ratusan miliar lagi ditarik," kata Eman beberapa waktu lalu.

Eman menerangkan, awalnya Budi menempatkan dana di Bank Century Surabaya sebesar AUD 113 juta. Lalu, dia memindahkan AUD 96,5 juta ke Bank Century Jakarta.

Kemudian, lanjut Eman, saat Bank Century dilanda prahara awalnya dana kliennya tidak bisa ditarik. Tetapi, setelah mendapat dana talangan dari pemerintah, Budi meminta untuk menarik deposito.

Sedangkan, ketika beralih nama menjadi Bank Mutiara, Budi berhasil menarik depositonya lebih dari Rp 300 juta dengan tenor satu bulan lebih.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini