TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan baru yang bakal terpilih perlu menciptakan iklim dan mencontoh upaya pemberantasan korupsi pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dalam masa kepemimpinan SBY, kendati sering difitnah, pemberantasan korupsi dilakukan secara agresif dan tanpa pandang bulu demi mendukung kinerja pemerintah dan pengawasan terhadap kekuasaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ketua Tim Advokat dan Konsultan Hukum SBY & Keluarga Palmer Situmorang mengungkapkan, SBY merupakan figur pemimpin yang sangat konsisten terhadap pemberantasan korupsi.
Konsistensi itu wajar memperoleh banyak tantangan dan gempuran, termasuk berbagai fitnah seperti menyeret-nyeret nama SBY dan Keluarga dalam pusaran kasus korupsi. Nyatanya, upaya itu tidak pernah disertai bukti dan fakta alias merupakan kebohongan belaka.
“Yang paling menonjol dalam pemerintahan SBY adalah kemampuannya untuk menahan diri, tidak mengintervensi proses penegakan hukum yang pada gilirannya menciptakan keberanian moril kepada KPK dan aparat penegak hukum untuk memberantas korupsi," ujar Palmer, Jumat (2/5/2014).
"Pemerintahan baru yang akan datang wajib mempertahankan iklim penegakan hukum ini, dan terus meningkatkan upaya memberantas korupsi demi menciptakan kinerja pemerintah dan penggunaan kekuasaan demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat,” katanya lagi.
Salah satu perbedaan mencolok kepemimpinan SBY dan presiden sebelumnya adalah penegakkan hukum terhadap kasus korupsi yang melibatkan banyak pihak di jajaran instansi pemerintah, lembaga negara, maupun masyarakat sipil.
Selama 10 tahun masa pemerintahannya, SBY telah mengeluarkan 176 izin pemeriksaan atas pejabat negara.Dalam buku "Satu Dasawarsa untuk Membangun Kesejahteraan Sosial" yang diterbitkan Sekretariat Kabinet menyebutkan dari 176 izin tersebut, 131 izin di antaranya terkait kasus korupsi, 101 menjadi tersangka, dan 30 menjadi saksi.
Selain itu, pada buku yang ditulis oleh tim dengan editor Staf Khusus Presiden Sardan Marbun, disebutkan sebanyak 1.187 anggota DPRD, terdiri atas 137 anggota DPRD provinsi dan 1.050 anggota DPRD kabupaten/kota, juga telah diperiksa karena terjerat korupsi.
"Siapapun yang melakukan tindakan korupsi, tidak ada ampun, semuanya bisa diperiksa serta diproses sesuai hukum dan dijebloskan ke penjara," kata Sardan Marbun dalam buku itu.
Pada buku yang ditulis SBY berjudul “Selalu Ada Pilihan,” SBY mengatakan, kasus-kasus korupsi justru saat ini banyak terjadi. Hal ini sejalan dengan munculnya ‘raja-raja kecil’ yang kini memiliki kekuasaan yang besar.
SBY mengakui, dirinya sudah memberikan izin bagi pemeriksaan 172 gubernur, bupati, dan wali kota yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Sementara itu, Mendagri sudah memproses 431 anggota DPRD, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota.
“Saya sendiri belum puas dengan hasil pemberantasan korupsi yang kita lakukan, meskipun gerakan ini tergolong paling agresif dan paling serius dalam sejarah di negeri kita. Tidak tebang pilih dan tidak pandang bulu. Tetapi, kasus-kasus korupsi masih terus terjadi. Karena itu, bangsa ini tidak boleh kendur dan menyerah, justru harus lebih gigih dan giat lagi,” tegas SBY.