Pasar menilai hasil pemilihan presiden 9 Juli 2014 mendatang dapat tidak sesuai dengan ekspektasi.
Jakarta - Persaingan antara dua kandidat presiden yang semakin ketat membuat kurs rupiah semakin tertekan. Pasar menilai hasil pemilihan presiden (pilpres) pada 9 Juli mendatang dapat tidak sesuai dengan ekspektasi. Demikian laporan laman katadata.co.id, Kamis 26 Juni 2014.
Hal ini tercermin dari pergerakan rupiah dalam sebulan terakhir. Dari data historis rupiah di pasar spot, melemahnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terjadi sejak 19 Mei lalu. Hari itu bertepatan dengan deklarasi dua pasangan capres dan calon wakil presiden (cawapres) beserta partai-partai pendukungnya.
Pasar yang sebelumnya memfavoritkan kemenangan Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden, khawatir jika Jokowi akan kalah dalam pilpres. Begitu deklarasi pasangan capres dan cawapres pasar langsung merespons negatif.
Soalnya, kalaupun Jokowi akan memenangkan kursi presiden langkahnya merealisasikan program-programnya akan berat. Hal ini lantaran mayoritas kursi di parlemen dikuasai oleh pihak oposisi.
Apalagi berdasarkan survei terakhir, selisih tingkat keterpilihan kedua kandidat semakin tipis. Berdasarkan survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang diumumkan 15 Juni lalu selisih kedua capres tinggal 6 persen.
Padahal pada bulan sebelumnya, tingkat keterpilihan keduanya masih berjarak 13 persen. LSI menyebutkan, kecilnya jarak keterpilihan kedua capres disebabkan oleh menurunnya dukungan pada Jokowi karena gencarnya kampanye hitam pada pasangan Jokowi-JK.
Meski keduanya mengalami kenaikan elektabilitas dibandingkan dengan survei LSI pada Mei 2014. Namun lompatan elektabilitas Prabowo lebih tinggi dibanding naiknya suara Jokowi. Jokowi mengalami kenaikan sekitar 9 persen, sementara Prabowo mengalami kenaikan elektabilitas sekitar 15 persen.
“Kekhawatiran terhadap hasil pilpres pada 9 Juli nanti akan menambah tekanan ke depan,” sebut Maybank dalam risetnya hari ini.
Pelemahan nilai rupiah yang disebabkan ketatnya persaingan kedua kandidat diakui pula oleh Menteri Keuangan Chatib Basri. Menurutnya, pasar mengkhawatirkan proses pilpres yang akan panjang karena selisih suara antara keduanya tipis.
"Mungkin nanti hasil dari quick count selisihnya sedikit, kita tunggu KPU (Komisi Pemilihan Umum), kemudian tunggu Mahkamah Konstitusi," ujarnya yang ditemui saat kunjungan ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, seperti dikutip katadata.co.id Kamis kemarin.
Rupiah pada pasar spot kemarin ditutup pada level Rp 12.090 per dolar AS, level terendah dalam 34 pekan. Rupiah terakhir berada di atas Rp 12.000 pada 12 Februari lalu yang kemudian berangsur-angsur menguat seiring pencalonan Jokowi sebagai presiden.
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia rupiah hari ini dipatok pada level Rp 12.091 per dolar AS, melemah dari posisi sebelumnya Rp 12.027 per dolar AS. (skj) (Advertorial)