TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penasihat hukum Ratu Atut Chosiyah menghadirkan Ketua Lembaga Akademi Budaya Sunda sebagai saksi ahli bahasa Sunda dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) Lebak, Banten.
Saksi bernama Yayat Hendayana itu dihadirkan untuk memberikan pemahaman tentang bahasa Sunda yang kerap digunakan Atut dalam percakapan telepon. Yayat pun mengartikan rekaman pembicaraan telepon antara Atut dan adiknya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang menggunakan bahasa Sunda.
"Dalam percakapan bahasa Sunda ada penggunaan kata-kata nama diri dan nama panggilan terutama untuk orang yang hubungannya sangat dekat. 'Teh' itu singkatan kata 'teteh' yang artinya lebih tua usianya dari pada si laki-laki," terang Yayat, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (17/7/2014).
Rekaman pembicaraan yang diperdengarkan di persidangan yaitu saat Atut yang tengah berada di Singapura menelepon Wawan. Yayat menjelaskan, dalam percakapan itu terdapat kata "Kadieu na iraha?" yang disampaikan Atut. Artinya, Atut menanyakan kepada Wawan, kapan akan ke Singapura.
Menurut Yayat, Atut juga tidak fokus dengan kata-kata yang disampaikan Wawan.
"Si perempuan ini kelihatannya tidak mau tahu yang dibicarakan laki-laki. Dia terus pada pokok persoalan yaitu si laki-laki harus datang ke tempat perempuan berada," terang Yayat.
Dalam rekaman pembicaraan yang disadap KPK itu, Wawan mengatakan kepada Atut bahwa ia menerima pesan singkat dari pengacara Susi Tur Andayani. Dalam pesan singkat itu, Susi menyampaikan bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Akil Mochtar, marah-marah terkait pemberian uang untuk sengketa Pilkada Lebak.
Dalam dakwaan, Wawan menyampaikan kepada Susi Tur bahwa ia hanya bersedia menyiapkan uang sebesar Rp 1 miliar untuk diberikan kepada Akil. Padahal, Akil meminta Rp 3 miliar. Selain itu, Yayat juga mejelaskan kata "sok atuh di-ini-in," yang diucapkan oleh Atut. Menurut Yayat, kalimat tersebut bisa berarti perintah atau selesaikan sesuatu.
Namun, menurut Yayat, dalam intonasi suara Atut, terdengar seperti acuh tak acuh.
"Kalau saya dengar rekaman percakapan, maka saya cenderung intonasi yang disampaikan si perempuan adalah acuh tak acuh. Ini menunjukan kejengkelan pihak perempuan atas yang disampaikan pihak laki-laki secara terus menerus," papar Yayat.
Sementara itu, dalam persidangan sebelumnya, Atut menyatakan kalimat tersebut berarti ia meminta Wawan segera ke Singapura. Saat itu, Atut mengaku sedang menjalani perawatan medis di Singapura. Atut membantah kalimatnya itu berarti ia menyetujui pemberian uang untuk Akil terkait sengketa Pilkada Lebak.
Berikut transkrip rekaman pembicaraan yang disadap KPK antara Atut dan Wawan. (A: Atut, W: Wawan):
A: Halo
W: Halo
A: Wan jadi kadieu na iraha?
W: Ini Wawan lagi ngomong sama Susi si Pak Akilnya udah marah, nih bagaimana. Tersinggung mungkin dia perasaannya. Lebak sama ini ni gimana nih? SMS-nya udah nggak enak ke Susi. Susi ngeliatin SMS ke Wawan
A: Hmm
W: Artian merasa dibohongi
A: Enggak Wawan ke sininya kapan
W: Iya, Wawan, kan ngeberesin ini dulu, Teh, mau gimana ini? Si Pak Akil sekarang justru nungguin ini
A: Oh ya, besok ke sini
W: Ya, besok Wawan ke sini, cuma masalah ini gimana ini, cuma kan nanti Wawan...
A: Besok aja Wawannya ke sininya, ya. Teteh, kan soalnya harus...
W: Terus masalah ini gimana
A: Ya, sok deui bisa minjem berapa, ibu?
W: Enggak masalah, ini gimana Wawan ngasihnya? Pusing ini
A: Enya sok atuh, entar di-ini-in, ya Ya udah sok atuh Wawan ini nanti kabarin lagi ya (*)