TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PDI Perjuangan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang belum lama ini disahkan DPR.
Untuk itu, Megawati selaku Ketua Umum PDI Perjuangan mendaftarkan uji materi UU MD3 dan meminta Mahkamah untuk memberikan putusan sela.
"Minta putusan sela agar ditunda berlakunya," ujar Andi Muhammad Asrun, kuasa hukum Megawati, di MK, Jakarta, Kamis (24/7/2014).
UU MD3, kata Asrun, bertentangan dengan UUD 1945 karena pembentukannya cacat secara formil. DPR dan MPR seharusnya dibuat dengan undang-undang terpisah sesuai dengan amanat dalam Pasal 2 ayat 1, Pasal 19 ayat 2, Pasal 22C ayat 4 UUD 1945.
Asrun menilai UU tersebut diloloskan untuk manuver dan kepentingan politik. Menurut dia, dalam penyusunan Prolegnas tahunan, RUU MD3 masuk dalam Prolegnas tahun 2012 dengan judul RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 27 tahun 2009.
Adanya perubahan tersebut, kata dia, dapat diartikan bahwa pembuat undang-undang sejak awal hanya ingin melakukan perubahan bukan penggantian UU 27 tahun 2009.
Dari segi materi, RUU MD3 yang telah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna tanggal 24 Oktober 2013 tidak ada satpun klausul untuk mengubah mekanisme pimpinan DPR.
Terkait uji materi ini, Asrun membantah PDI Perjuangan sebagai pihak yang haus akan kekuasaan. Kata Asrun, sudah menjadi konvensi bahwa partai pemenang Pemilu mendapatkan hak previlegde dan menjadi ketua DPR.
"Sudah ada keputsan MK (pemenang pemilu) ditingkat lokal, DPRD ketua parlemen. Kalau ini tidak di otak-atik mereka tidak mengubah keputstusan MK di sisi lain mereka menghianati undang-undang yang mereka buat sendiri. Orang yang sama menolak rumusan yang sama. Tiba-tiba di akhir jabatan mereka menolak kembali," kata Asrun.
Menurut Asrun, tidak hanya PDI Perjuangan yang menguji undang-undang tersebut. Namun juga KPK dan DPD ditambah LSM.
"Jadi tidak ada kepentingan atau tuduhan PDIP lapar kekuasaan, itu tidak benar. Ini sudah dibuktikan. Persoalanya bukan hilangnya kursi secara tidak fair, ini harus dihilangkan," tukas Asrun.
Pasal yang diminta dibatalkan adalah pasal 84, 97, 104, 109, 115, 121, 115.