TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat dan kalangan media disarankan untuk terus mengawasi kinerja tim transisi yang dibentuk oleh Presiden terpilih Joko Widodo.
Tim transisi yang diketuai oleh Rini Soemarno ini, bisa saja menjadi ruang transaksi untuk mengambil posisi menteri dalam kabinet pemerintahan Jokowi-JK mendatang. Hal ini dikatakan oleh pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Saiful Umam.
Menurutnya, tim transisi idealnya hanya membicarakan terkait program kerja presiden dan tidak untuk menyeleksi kabinet.
"Tim transisi dan tim ahli tidak boleh jadi menteri, karena akan ada conlict of inteest. Kalau tim transisi punya wewenang menyeleksi kabinet, akan terjadi konflik kepentingan," ujar Saiful yang menamatkan program masternya di Universitas Phensylvania, Amerika, Selasa (12/8/2014).
Potensi main mata untuk melakukan transaksi politik dalam tim transisi, menurutnya, mungkin saja terjadi. Beberapa orang yang masuk di tim transisi, imbuhnya lagi, adalah orang yang menginginkan kekuasaan.
"Rini dulu sudah pernah jadi menteri, sekarang kemungkinan besar dia juga masih pingin jadi menteri. Sedangkan Anis, yang pernah ikut konvensi Partai Demokrat sangat terlihat sekali keinginannya untuk menjadi menteri," tandasnya.
Tim transisi, menurut Saiful haruslah menjaga sikap profesionalismenya. Sehingga, tim transisi ini hanya bekerja, untuk merancang program dan tidak masuk dalam politik transaksional.
"Tim transisi ini betul-betul dipegang profesionalismenya. Sehingga potensi adanya politik transasional itu perlu kita pantau," katanya.
Menurut Saiful, jika tim transisi ini mempunyai peran untuk mengusulkan hingga menyaring menteri kabinet Jokowi mendatang. Dimungkinkan akan terjadi konflik kepentingan didalam tubuh tim transisi.
"Kalau sampai mengusulkan sampai menyaring posisi menteri, pasti ada konflik of interest," tutupnya.