TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri semakin otoriter dan tidak bisa lagi dikritik, jika menjadikan komisoner Kompolnas Adrianus Meliala sebagai tersangka dalam kasus fitnah. Kasus kriminalisasi pada Adrianus menunjukkan bahwa elit-elit Polri makin arogan. Untuk itu Menkopolhukam sebagai Ketua Kompolnas harus segera turun tangan untuk mengatasi masalah ini.
"Indonesia Police Watch (IPW) menyayangkan, sikap elit Polri yang melaporkan Adrianus ke Bareskrim terkait tudingan "ATM Polri" saat menanggapi kasus AKBP MB yang menjadi tersangka suap bandar judi di Bandung, di salah satu stasiun televisi swasta. Laporan tsb menunjukkan bahwa elit Polri tidak menghargai lagi keberadaan Kompolnas sebagai lembaga negara yang bertugas mengawasi kepolisian. Elit Polri juga tidak lagi peduli bahwa Adrianus pernah menjadi staf ahli Kapolri untuk tiga Kapolri," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, Selasa(26/8/2014).
Seharusnya, kata Neta elit Polri introspeksi dengan adanya kritikan Adrianus yang memang punya kapasitas untuk itu. Jika elit Polri mau bersikap jujur, sangat banyak kasus dugaan suap dan korupsi yang melibatkan internal kepolisian.
Mulai dari anggota terbawa Polri hingga jenderal Polri diduga terlibat suap dan korupsi, tapi kasusnya cenderung ditutupi
Polri serta tidak diproses secara hukum. Mulai dari kasus pungli di
Comal yang melibatkan 10 polisi, kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Ditlantas Polda Metro Jaya dan Polda Jatim, kasus rekening gendut jenderal, kasus korupsi TNKB yang mandek di Bareskrim dan lain sebagainya.
"Kenapa Polri tutup mata dan tidak menyeret para pelakunya ke pengadilan tipikor, tidak dijadikan tersangka, dan tidak dikenakan UU TPPU. Jadi, apa yang dikritisi Adrianus adalah fakta yang harus diperbaiki Polri. Sangat disayangkan jika orang yang mengkritisi justru dikriminalisasi elit Polri. Untuk itu IPW menyerukan agar masyarakat dan pemerintah SBY melakukan perlawanan terhadap aksi kriminalisasi elit Polri terhadap Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala," ujar Neta.