TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia diminta mewaspadai gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), terutama pada September dan Oktober 2014.
Peneliti Teroris Ridlwan Habib menilai respon pemerintah yang berlebihan terdapat memicu serangan balik dari kelompok-kelompok bawah tanah. Apalagi, banyak kejadian penting pada September dan Oktober 2014.
"Ada peringatan WTC, September 2001, ini sakral buat mereka. Oktober 2014 ada pelantikan Jokowi. Lalu Bom Bali 1 itu pada 12 Oktober, ini bulan rawan teroris," kata Ridlwan dalam Livechat Tribunnews.com, Kamis (28/8/2014).
Ridlwan menyarankan agar antarinstansi pemerintah melakukan koordinasi seperti Densus 88 Antiteror dengan BNPT untuk mewaspadai ancaman terorisme. "Bila salah langkah dalam menghadapi ISIS, bisa memicu yang diam menjadi marah," katanya.
Menurut Ridlwan, kelompok bawah tanah itu kini berada di Ciputat, Solo serta Bima yang juga berhubungan dengan Poso.
Estimasi pasukan Ciputat berjumlah 100 aktivis. Kemudian Solo terdapat 200 aktivis dan Bima-Poso diperkirakan ada 300 aktivis. "Ini mereka semua sedang diam," kata Ridlwan.