TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahasiswa Banten melakukan unjuk rasa di depan kantor KPK, Rabu (3/9/2014) siang.
Mereka menuntut KPK segera mengajukan banding atas putusan pidana penjara empat tahun yang diputuskan oleh majelis hakim terhadap Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.
Koordinator Aksi, Riki menyatakan pidana empat tahun tersebut sangat berbanding terbalik dengan perbuatan Ratu Atut. terlebih, suap yang diberikan Atut bersama adiknya Tubagus Chaeri Wardana pada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar senilai Rp 1 miliar sudah mencederai lembaga hukum seperti MK.
"Vonis ringan yang diberikan kepada Ratu Atut sangat mengecewakan, seolah-olah hukum hanya milik orang yang punya uang, dan tidak berpihak kepada rakyat yang tertindas," kata Riki di depan massa aksi.
Dalam aksinya, para aktivis mahasiswa Banten itu juga mengenakan jubah pocong. Hal itu, kata Riki, merupakan simbolisasi matinya hukum buat orang yang memiliki uang.
"Vonis yang dijatuhkan kemarin mencerminkan bahwa hukum masih tebang pilih," ujarnya.
Riki juga menyinggung soal adanya perbedaan pendapat alias disentting opinion, Hakim Anggota empat, Alexander Marwata. Dia berpendapat, seluruh surat dakwaan yang dibuat Jaksa KPK berasal dari asumi, sehingga Atut harus dibebaskan demi hukum.
"Hal ini patut dicurigai kenapa hakim Alexander mengkambing hitamkan KPK dengan perbedaan pendapat mengenai vonis Atut," kata Riki.
Karena itu, Riki juga meminta KPK segera mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi, menghapus hak politik yang sudah mencoreng demokrasi Indonesia dan menyelidiki Hakim Alex yang dinilainya berpihak kepada koruptor.
"Menantang hakim Alex untuk 'sumpah pocong' bahwa dia tidak bermain dengan kroni Atut," kata Riki.