TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Popong Otje Djundjunan kerap disapa Ceu popong, telah lima kali menjadi anggota DPR (1987-1992, 1992-1997,1997-1999, 2009-2014 dan 2014-2019).
Dia sempat menolak saat diminta Ketua Umum Partai Golkar pada saat itu, M Jusuf Kalla, jadi calon anggota DPR pada 2009 karena harus tinggal di Jakarta dengan cuaca panas dan jauh dari kampung halaman, Bandung, Jawa Barat.
Popong, didaulat memimpin rapat perdana untuk 560 anggota baru DPR di Gedung DPR, Jakarta pada 1 hingga 2 Oktober 2014. Menjadi pimpinan sidang sementara sesuai dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01/Peng/KPU/Tahun 2014. Ia lahir di Bandung, 30 Desember 1938 (76 tahun).
Saat sidang paripurna yang ia pimpin, untuk memilih ketua dan para wakil Ketua DPR, hujan interpusi terjadi. Menurutnya, selain interupsi dilakukan tidak sesuai tatib, interupsi yang disampakan oleh DPR KIH Jokowi-JK juga dilakukan secara bersamaan.
"Kalau pun interupsi satu-satu atuh..! Kalau bareng bagaimana atuh? Kalau interupsi lebih lima orang dengan memijit tombol mikrofon, miknya mati. Waktu mik mati, saya tanya ke orang Setjen DPR di belakang saya, 'Bu, bu, mic-nya mati. Kenapa mati?’ Katanya, karena kalau mijit tombol mik lebih lima orang, (mik) itu pasti mati. Berarti, kemarin pada mati karena memijit lebih dari lima orang,” kata Popong.
Popong membantah dirinya selaku pengedali rapat dengan bantuan pihak Setjen DPR sengaja mematikan mikrofon-mikrofon anggota DPR pendukung KIH Jokowi-JK.
"Bukan, bukan kesengajaan. Kalau memang kesengajaan, lalu siapa yang mau sengaja? 'Kan urang (saya) ngerti aja nggak," kata Popong
Ia menegaskan, matinya mikrofon-mikrofon tersebut bukan karena diskenariokan oleh dirinya maupun atas dasar permintaan ‘orang khusus’.
"Ah, tidak benar. Petugas dari Setjen yang beritahu saya, 'Bu, miknya mati'. Saya tanya kenapa atuh pada mati? Katanya, kalau mijet tombol (miknya) bareng-bareng lebih lima orang itu pasti mati.Kalau menyebut itu sabotase, ah tidak benar atuh. Karena itu saya bilang, 'interupsinya satu per satu, atuh,agar miknya tidak mati," Popong memastikan.
Popong menilai tidak beralasan pihak anggota DPR yang tergabung dalam KIH Jokow-JK tidak mau mengakui hasil pemilihan pimpinan DPR yang dimenangkan kubu KMP Prabowo-Hata.
Sebab, sebelumnya mereka sendiri yang tidak menggunakan haknya dalam forum lobi dan proses pemilihan, dan justru meninggalkan ruang rapat atau walk out. "Mereka tidak mau mengakui, yah silakan, tapi alasannya apa?” ujar Popong.
Ia menceritakan, pihak PDI Perjuangan tidak mengutus perwakilannya saat para perawakilan partai lan menggelar forum lobi untuk menentukan dilanjutkan atau tidak proses rapat untuk pemilihan pimpinan DPR.
"Tapi, pada saat di ruang lobi, PDIP tidak masuk, lalu bagaimana kami tahu dia mau undur atau lanjut, lalu bagaimana kita berundinganya?” tuturnya.
Setelah itu, forum lobi digelar dan hasilnya mayoritas fraksi yang didominasi dari kubu KMP Prabowo-Hata menginginkan rapat dilanjutkan.
"Sesuai aturan, saya harus pro ke yang banyak, yang mayoritas. Selesai lobi, saya kembali ke Paripurna dan saya sampaikan hasil lobi. Karena mayoritas ingin rapat lanjut. Tapi, mereka protes, begini begitu, bilang mau WO, yah silakan kalau mau WO, bilang tidak mau mengakui, yah silakan tidak mengakui," katanya.
Ketika itu, anggota DPR dari PDI Perjuangan dari Dapil Sumatera Selatan II, Yulian Gunhar sempat ‘beraksi’ saat interupsi lantaran bersama rekan-rekanya tidak digubris oleh Popong selaku pimpinan rapat.
Saat itu, Yulian mendatangi Popong ke meja pimpinan dan berbisik ke telinga Popong. Dia dua kali mendatangi Popong. Aksi pertama ditutup dengan mencium pipi kanan dan kiri Popong dan aksi kedua ditutup dengan memijat-mijat bahu Popong.
Popong menceritikan, sebenarnya saat itu Yulian berbisik dan menyampaikan agar interupsi dan permintaannya didengar. "Itu maksudnya sangat baik. Dia bilang, ‘Bunda.., coba dengar lah kami'. Mereka minta supaya didengar. Itu maksudnya baik," kata Popon.
Ia mengaku tidak kesal dengan aksi Yulian tersebut. "Enteu, saya mah enteu kesel. Karena saya tahu maksudnya baik," kata Popong.
Popong menilai wajar aksi cipika-cipiki dan. "Kan tidak terpengaruh. Itu wajar, karena dia menganggap saya sebagai ibu sendiri. Dia bilang, ‘saya sudah anggap ibu sebagai ibu saya’. Masa kalau begitu saya harus marahin," ujarnya.