Tribunnews.com, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Gede Pasek Suardika membantah jika anggota DPD tidak solid dalam voting pemilihan pimpinan MPR. Pasek menilai keikutsertaan DPD dalam rapat paripurna tersebut sebagai penyeimbang.
"Kalau dilihat, dari selisih 17 suara, mayoritas itu dari sumbangan DPD. Kalau tidak, selisihnya bisa 60-70 suara," ujar Gede Pasek, saat ditemui seusai pengumuman hasil voting dalam rapat paripurna MPR, Rabu (8/10/2014) dini hari.
Jika ada anggota DPD yang berbeda suara, menurut Pasek, kemungkinan karena nama Oesman Sapta yang mewakili DPD, terdapat dalam dua paket pimpinan yang diajukan. Dalam paket A, Oesman diajukan sebagai calon ketua MPR. Sedangkan, paket B, hanya menunjuk Oesman sebagai calon wakil ketua MPR.
Pasek juga mengatakan, andil DPD dalam rapat paripurna MPR kali ini menunjukkan bahwa lembaga itu berperan besar sebagai penyeimbang dinamika politik yang baru di parlemen.
"Dalam kompetisi politik, tidak semua yang diinginkan didapat. Tapi hasil tadi itu sudah sejarah besar bagi DPD. DPD telah menjadi bandul politik," kata Pasek.
Sebelumnya, anggota Fraksi PDI-P Trimedya Panjaitan mengatakan, kurangnya suara dukungan untuk paket pimpinan MPR yang diajukan Koalsi Indonesia Hebat, akibat tidak solidnya anggota DPD. Dalam paket yang diajukan itu, koalisi pendukung Jokowi-JK itu menunjuk Oesman Sapta yang berasal dari DPD untuk menjadi calon ketua MPR.
Hasil voting pemilihan pimpinan MPR dimenangkan oleh Koalisi Merah Putih dengan paket pimpinan yang telah diajukan. Paket B yang diajukan KMP berhasil mendapatkan 347 suara, selisih 17 suara dengan paket A yang diajukan Koalisi Indonesia Hebat dengan perolehan 330 suara.
Adapun Paket B, yang didukung oleh Koalisi Merah Putih, menunjuk Zulkifli Hasan sebagai calon ketua MPR bersama empat calon wakil ketua, yaitu Mahyudin (Golkar), E E Mangindaan (Demokrat), Hidayat Nur Wahid (PKS), dan Oesman Sapta, perwakilan dari DPD.