TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PAN, Totok Daryanto, menyesalkan kebijakan pemerintah Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM bersubsidi.
"Kami fraksi PAN meminta pemerintah untuk menjelaskan secara rinci terkait hal-hal berikut. Penetapan harga premium menjadi Rp 8.500/liter.
Fraksi PAN memandang kebijakan ini berpotensi melanggar UU No 12 tahun 2014 tentang APBN-P 2014 pada saat ini atau akan datang," kata Totok saat menggelar jumpa pers di ruangan Fraksi PAN, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2014).
Menurutnya, program-program perlindungan sosial yang tampak kurang jelas perencanaan dan desainnya. Untuk itu Totok mengaku khawatir akibat persoalan baru masyarakat yang bakal ditimbulkan di tengah masyarakat yang kesulitan.
"Kebijakan ini meniscayakan terjadinya peningkatan inflasi secara tajam dan semakin memperlambat pertumbuhan ekonomi, sehingga menjadikan tingkat kesejahteraan masyarakat terutama petani, nelayan dan peternak dari kalangan rakyat kecil semakin menurun," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Fraksi PAN Tjatur Sapto Edy menyatakan, pihaknya akan meminta pemerintah untuk menjelaskan secara rinci terkait dinaikkannya harga BBM bersubsidi.
"Fraksi PAN akan menggunakan hak konstitusionalnya di parlemen meminta pemerintah mengevaluasi kembali kebijakan tersebut, dengan menunda kenaikan harga BBM. PAN memberikan solusi untuk mengurangi subsidi BBM dengan lebih dulu menerapkan pajak bea dan cukai pada moda transportasi mewah atau ber-CC tinggi," kata Tjatur.
Lebih jauh Tjatur mengatakan, seharusnya pemerintah terlebih dulu bekerja nyata meningkatkan kualitas tata kelola migas, mengurangi biaya tinggi baik di sektor hulu dan hilir bukannya meminta rakyat langsung berkorban dengan menaikkan harga BBM bersubsidi.
"Sejarah akan mencatat bahwa ini adalah satu-satunya kebijakan menaikkan harga BBM disaat harga minyak dunia turun, yang dikeluarkan oleh pemerintah yang belum berusia 1 bulan. Fraksi PAN menolak negara ini dibawa ke sistem ekonomi neoliberal," lanjutnya.