TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna menyayangan sikap Presiden Joko Widodo dan PDIP yang tidak konsisten dan tidak menepati janji. Saat ini banyak sekali pendukung Jokowi yang menyesal telah memilihnya.
“Terlalu banyak inkonsistensi dan janji yang tidak ditepati yang membuat rakyat yang memilihnya pun menyesal. Puncak dari semua itu adalah langkah Jokowi yang menaikkan harga BBM. Bisa dipastikan pemilihnya menyesal karena tidak ada satupun pemilihnya yang bisa menerima hal itu,” kata Budyatna kepada wartawan di Jakarta, Rabu (19/11/2014).
Menurutnya, apapun alasan kenaikan harga BBM tidak akan bisa diterima karena masyarakat paham bahwa beban kenaikan harga BBM itu bukan pada hanya harga BBM itu saja, tapi juga berdampak pada naiknya harga-harga kebutuhan pokok.
“Saya sama sekali tidak percaya kalau ada orang yang setuju dengan kenaikan harga BBM. Ini tidak masuk akal, kalau ada orang bersuka cita karena beban hidupnya bertambah berat. Saya juga tidak percaya kalau ada masyarakat ada yang mendukung kenaikan harga BBM,” ujarnya.
Menurutnya, tidak ada alasan yang mendesak saat ini untuk menaikkan harga BBM. Harga minyak dunia yang sedang turun, kondisi masyarakat yang secara ekonomi masih sangat rentan terhadap kenaikan harga BBM dan juga masih banyaknya mafia-mafia migas yang beropreasi.
PDIP menurutnya juga tidak bisa lagi menggunakan slogan sebagai partainya wong cilik. Mana mungkin partai wong cilik tapi justru membuat susah wong cilik itu sendiri. Orang besar atau orang kaya tidak akan merasakan sekali dampak kenaikan harga BBM.
Budyatna yakin, meski kini Jokowi presiden, PDIP akan mengalami pukulan telak dalam pilkada karena kenaikan harga BBM. PDIP harusnya berpikir panjang terhadap isu BBM di Pilkada.