TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Indonesia Perjuangan (FPDIP) Imam Suroso mengapresiasi pembebasan dari vonis hukuman mati di Malaysia terhadap dua TKI kakak-adik asal Pontianak, Frans Hiu (23) dan Dharry Frully Hiu (21).
Imam Suroso mengatakan, bebasnya Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu dari vonis hukuman gantung sampai mati di Malaysia tidak bisa lepas dari kerja keras dan upaya maksimal Pemerintah RI, baik Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di Malaysia maupun Kemenakertrans dan BNP2TKI.
"Kami mengapresiasi atas keberhasilan Pemerintah RI didalam upayanya membebaskan dari vonis hukuman mati di Malaysia terhadap dua TKI kakak-beradik asal Pontianak, Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu," kata Imam Suroso dalam keterangannya yang diterima Tribunnews.com, Senin (24/11/2014).
Ia bersama komisi IX DPR, Kemenlu, Kemenaker (waktu itu Kemenakertrans - red.) dan BNP2TKI selalu intens mengawal dan memperjuangkan kasus dua TKI bersaudara (Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu) asal Pontianak, Kalimantan Barat, agar bebas dari hukuman mati di Malaysia.
Imam Suroso menjelaskan, Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu, kedua warga asal Jalan Selat Sumba, Gang Mentuke RT 02/RW 13 Kelurahan Siantan Tengah, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, pada tanggal 18 Oktober 2012 lalu sempat divonis hukuman gantung sampai mati oleh Mahkamah Tinggi Shah Alam, Selangor, Malaysia.
Peristiwa yang dialami Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu itu bermula dari kejadian tanggal 3 Desember 2010. Pada saat itu Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu tengah tidur di rumah tempatnya bekerja Play Station milik majikannya, Hooi Teong Sim.
Tepatnya, di Jalan 4 Nomor 34, Taman Sri Sungai Pelek, Sepang, Selangor, Malaysia. Kemudian tanpa diduga ada seorang pencuri, bernama Kharti Raja, yang masuk ke rumah itu melalui atap. Frans Hiu berusaha menangkapnya. Lalu sempat terjadi perkelahian.
Setelah berhasil ditangkap, pencuri dicekik dari belakang sehingga yang bersangkutan kehabisan napas dan meninggal.
Imam Suroso mengatakan, dengan didampingi pengacara retainer Kedubes RI di Malaysia, Gooi dan Azura. Kedua pengacara tersebut berhasil meyakinkan majelis hakim bahwa tindakan yang dilakukan Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu adalah upaya mempertahankan diri.
Kemudian, melalui proses hukum dan persidangan yang panjang di Pengadilan Kasasi Putrajaya, Malaysia, pada Selasa, 18 November 2014 lalu, Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu divonis bebas.
Hari berikutnya, Kamis (20 November 2014) Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu dipulangkan ke tanah air.
Didampingi petugas KBRI Kuala Lumpur mereka tiba di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, pukul 16:00 WIB untuk kemudian diserah terimakan ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan kemudian secara resmi kepada pihak keluarga.
Keduanya tiba di Bandara Supadio Pontianak dengan penerbangan Garuda, pada Kamis 20 November 2014, pukul 20.45 WIB.
Imam Suroso mengatakan, terkait kasus hukum WNI atau TKI yang terancam hukuman mati – seperti kasus yang dialami dua TKI bersaudara (Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu) di Malaysia, pemerintah serius melakukan pendampingan dan advokasi.
Ia sependapat dengan kedua pengacara retainer Kedubes RI di Malaysia, Gooi dan Azura, yang berhasil meyakinkan majelis hakim bahwa tindakan yang dilakukan Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu adalah upaya mempertahankan diri.
"Dalam suatu forum rapat resmi Komisi IX DPR dengan perwakilan Pemerintah - baik Kementerian Luar Negeri maupun Kemenakertrans dan BNP2TKI – waktu kasus kedua TKI bersaudara itu masih banding di Pengadilan Malaysia, saya selalu mendorong kepada Pemerintah supaya melakukan pendampingan dan advokasi dengan serius," paparnya.
"Saya memcermati kasus yang dilakukan kedua TKI bersaudara itu merupakan upaya mempertahankan diri," katanya lagi.
Kasus hukum yang dialami Frans Hiu dan Dharry Frully Hiu di Malaysia, menurutnya, menjadi pelajaran berharga warga masyarakat. Utamanya calon TKI/TKI yang hendak bekerja di luar negeri, agar kiranya menjadi TKI yang benar dan prosedural.
"Pemerintah tidak melarang warganya bekerja ke luar negeri. Hanya saja, hendaknya taat aturan di dalam negeri maupun aturan di negara tempat kerja. Sebelum berangkat bekerja ke luar negeri pastikan telah memiliki kelengkapan dokumen ketenagakerjaan. Sehingga ketika bermasalah saat bekerja di luar negeri," harapnya.