TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung didesak serius mengusut kasus dugaan keterlibatan Direktur Utama PT PLN, Nur Pamudji terkait perkara uang penjaminan terhadap terdakwa korupsi, Ermawan Arif Budiman.
"Sesuai hukum acara saja, Jaksa Agung itu sudah tahu itu," kata Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin dalam pernyataannya, Selasa(23/12/2014).
Menurut Aziz, Kejaksaan seharusnya memahami aktor dibalik menghilangnya seorang terdakwa yang hendak dieksekusi. Sebab, menghilangnya Ermawan berawal atas penggunaan uang penjamin senilai Rp 23,9 miliar dari PLN.
"Dalam eksekusi itu bisa diumumkan, bisa lewat intelijen, jadi kita tidak perlu ajarin Jaksa Agung soal itu," kata Aziz.
Diketahui, uang tersebut digunakan untuk jaminan terpidana kasus korupsi pengadaan flame tube GT 1.2 Pembangkitan Sumatera Bagian Utara (KITSBU), Sektor Belawan, EAB agar menjadi tahanan kota.
PLN menyetor uang penjaminan terhadap EAB sebesar Rp 23,9 miliar ke rekening Pengadilan Negeri Medan pada 7 April 2014. Masalah uang jaminan Rp 23,9 miliar dan penjaminan dari Dirut PLN, Nur Pamudji terhadap EAB untuk menjalani tahanan kota pada saat proses peradilan di tingkat pertama, sempat mendapat sorotan publik.
Penjaminan terhadap EAB dipertanyakan setelah EAB menghilang dalam beberapa waktu terakhir, dari seharusnya menjalani kurungan pidana. EAB didakwa merugikan negara Rp 23,9 miliar dalam perkara Flame Tube PLN Belawan.
Pada saat surat permohonan penarikan kembali uang jaminan tersebut telah dilakukan, sempat menimbulkan pertanyaan perihal sumber dana uang penjaminan, termasuk dari Ombudsman Sumatera Utara dan DPRD Sumatera Utara. Pada 16 September 2014, Kejaksaan Agung sempat meminta keterangan Dirut PLN dan Direktur Keuangan PLN. Keduanya menjelaskan duduk perkara uang jaminan disertai dasar aturannya.
Pada 6 Oktober 2014, Ketua PT Medan menerbitkan Penetapan No. 311/Pen.Pid.Sus.K/2014/PT-MDN tanggal 6 Oktober 2014 yang menetapkan dua poin. Pertama, memerintahkan penahanan EAB untuk ditahan di Rutan Tanjung Gusta terhitung 6 Oktober 2014. Kedua, memerintahkan Ketua PN Medan mengembalikan uang jaminan tersebut.
Per tanggal 9 Oktober 2014, uang jaminan pengalihan penahanan Rp 23,9 miliar tersebut telah dikembalikan oleh Ketua PN Medan. Nah, pada 13 Oktober 2014, Majelis Hakim PT Medan memutus perkara banding EAB dengan menambah pidana menjadi 8 tahun dan denda Rp 100 juta.
Berdasarkan Penetapan Ketua PT Medan No. 311/Pen.Pid.Sus.K/2014/PT-MDN tanggal 6 Oktober 2014 Kejari Medan memanggil EAB untuk ditahan, namun hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.