News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Duet Jokowi JK

Apakah Megawati Memiliki Ketegaan Membiarkan Jokowi Alami Penggerogotan Legitimasi?

Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden kelima yang juga Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri ikut menghadiri pelantikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/11/2014).

Penulis sama sekali tidak memiliki kebencian apa pun terhadap Jokowi ataupun Megawati. Dalam pemilihan umum dulu, ketika Megawati maju sebagai calon presiden (meskipun kemudian terbukti kalah), penulis memilih beliau. Dalam Pemilu 2014, penulis memilih Jokowi.

Maksud tulisan ini hanyalah mengingatkan Jokowi dan Megawati, kedua-duanya, bahwa dalam hubungan dua orang manusia bisa terjadi penghayatan (yang sebagian besar sesungguhnya berlangsung secara nirsadar) bahwa salah satu dari dua orang itu adalah figur "orangtua" (parental figure) yang begitu kuat, dahsyat, dominan tak tertahankan dan tak terlawankan pengaruhnya. Di sini terjadi hubungan "anak" yang submisif dan "orangtua" yang dominan.

Tentulah hubungan seperti itu bukanlah suatu wujud hubungan yang sehat. Sebab pihak yang submisif menjadi terhambat tumbuh-kembangnya, bisa kehilangan fungsi berpikir otonomnya, bisa kehilangan kemampuan imajinatifnya. Secara luas sekaligus mendasar dapat dikatakan bahwa pihak yang submisif itu bisa kehilangan kebebasan mendasarnya sebagai pribadi manusia dewasa dan bermartabat. Jika hubungan tidak sehat seperti ini terjadi antara dua orang tokoh pemimpin di dalam negara, kita bisa membayangkan betapa akan sangat besarlah efek-efek distortifnya untuk kehidupan kenegaraan.

Bahan renungan

Penulis masih percaya bahwa Megawati Soekarnoputri adalah seorang negarawan besar yang juga mencintai Joko Widodo secara tulus.

Megawati tentunya tidak ingin melihat Jokowi tergerogoti legitimasinya di hadapan rakyat karena memilih pejabat-pejabat tanpa mengindahkan janji-janjinya sewaktu kampanye, yaitu hanya memilih pejabat-pejabat yang bersih dan jujur saja. Megawati Soekarnoputri juga tentunya tidak ingin melihat Jokowi menjadi penguasa lalim yang mengabaikan suara rakyat hanya demi terhindar dari rasa takut di hadapan sang "orangtua" yang dahsyat dominan tak terlawankan.

Megawati perlu menyadari bahwa justru karena sosok dirinya terhayati sebagai "orangtua" yang dominan bagi Jokowi, ia perlu sangat berhati-hati dalam menerapkan pengaruhnya terhadap sang presiden. Bahkan, seyogianya ia sangat meminimalkan pengaruhnya terhadap Jokowi, yakni dengan membiarkan Jokowi mengambil keputusan-keputusannya sendiri walaupun keputusan-keputusan itu tidak cocok dengan kehendak dan selera sang ibu.

Di sisi lain, barangkali tulisan ini dapat menjadi salah satu bahan renungan bagi Jokowi. Ia memang perlu menjadi sungguh-sungguh Jokowi, seorang pria dan pemimpin yang dekat dengan rakyat, begitu energik mendengarkan rakyat dan melayani rakyat dengan tulus. Kalau Jokowi menjadi sungguh Presiden Joko Widodo, pastilah ia itu presiden bukan boneka. Mulai sekarang ia perlu menegaskan kembali dengan segenap keputusan yang akan ia ambil dalam perjalanan pemerintahannya sampai 2019 bahwa memang Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia, presiden milik rakyat Indonesia, bukan presiden boneka dari siapa pun.

Limas Sutanto, Psikiater Konsultan Psikoterapi; Tinggal di Malang

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini