Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara calon Komjen Budi Gunawan, Razman Arif Nasution, meminta penyidik Bareskrim Polri segera mengumumkan status Ketua KPK Abraham Samad jika segala bukti tentangnya sudah lengkap.
"Kami mendesak agar hari ini, kami mendapatkan informasi soal laporan terhadap Abraham Samad. Apakah sudah cukup alat buktinya?" ungkap Razman kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (9/2/2015).
Ia meminta penyidik tak usah ragu menetapkan tersangka terhadap Abraham Samad. Apalagi sampai menunggu Presiden Joko Widodo datang dari kunjungan kerja di luar negeri "Begitu fakta hukum ada, kami minta segera umumkan statusnya," imbuhnya.
Berikut beberapa laporan masyarakat yang mempolisikan Abraham Samad ke Bareskrim Polri:
1. Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia, M Yusuf Sahide, Kamis (22/1/2015) ke Mabes Polri. Abraham dilaporkan atas dugaan kerap melakukan aktivitas politik di luar ranah tugas pokok dan fungsinya sebagai pimpinan KPK.
Bukti laporan tersebut tertuang dalam laporan polisi No: LP/75/1/2015/Bareskrim, tertanggal 22 Januari 2015. Laporan itu didasarkan pada tulisan dari blog Kompasiana berjudul "Rumah Kaca Abraham Samad."
Artikel itu menyebutkan Abraham Samad pernah beberapa kali bertemu dengan petinggi parpol dan membahas beberapa isu termasuk tawaran bantuan penanganan kasus politisi Emir Moeis yang tersandung perkara korupsi.
2. Ketua Umum Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Fauzan Rachman. Ia didampingi kuasa hukum Komjen Budi Gunawan, Eggy Sudjana dan Razman Arif Nasution.
Laporan dibuat Kamis (22/1/2015). Abraham dipolisikan dengan Pasal 11 UU no 8 tahun 2010 tentang TPPU, soal kerahasiaan bank. Pasalnya, diduga KPK telah secara sengaja menyebarluaskan ke khalayak umum terkait rekening Komjen Budi Gunawan.
3. Feriyani Lim dengan laporan TBL/72/II/2015/Bareskrim. Ia melaporkan Uki dan Abraham Samad soal pemalsuan dokumen negara, yakni KTP pada 2007 lalu di Makassar.
Atas laporan itu kedua terlapor disangkaan Pasal 92 UU NO 23 tahun 2006 dirubah menjadi UU No 24 tahun 2013 tentang administrasi kependudukan atau Pasal 263 ayat 2 KUHP, Pasal 264 KUHP.