Laporan Wartawan Tribunnews.com, Randa Rinaldi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Status pekerja rumah tangga (PRT) dan buruh migran pada pemerintahan Presiden Joko Widodo masih belum jelas. Hal ini kian diperparah oleh anggota DPR RI yang juga tidak memihak nasib mereka.
Koordinator Jaringan Advokasi Nasional Pekerjaan Rumah Tangga (JALA PRT), Lita Anggraini, kecewa dengan sikap DPR yang tak berpihak dalam Program Legislasi Nasional 2015-2019. Padahal RUU soal PRT sudah direkomendasikan sejak 2005.
"Sejak Oktober 2014 kami kembali mengajukan dan mendesak DPR, khususnya Komisi IX dan Baleg untuk menetapkan RUU PRT dan Konvensi ILO 189 sebagai prioritas Prolegnas," ujar Lita di Kantor LBH, Jakarta, Minggu (15/2/2015).
Sebelumnya, tanggal 28 Januari 2015, pimpinan rapat Baleg, Firman Subagyo menyampaikan dalam rapat dengan pendapat umum menjanjikan RUU PPRT masuk Prolegnas 2015. Namun, pada rapat panitia kerja, Baleg malah menghapus prioritas tersebut.
"Ini menunjukkan janji perjuangan DPR terhadap PRT di dalam negeri hanya kebohongan. Janji palsu yang merupakan janji politik yang tidak bertanggug jawab dan jauh dari kata keberpihakan terhadap rakyat kecil," kata Dinda Nisaa Yura dari Solidaritas Perempuan.
Ingkarnya DPR terkait RUU PPRT dan Prolegnas 2015 dinilai suatu ketakutan anggota DPR. Pasalnya, tak sedikit dari anggota DPR sebagai majikan yang harus memenuhi hak-hak PRT. Hal inilah yang membuat DPR dianggap properbudakan.