TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Muhamad Isnur, mengatakan penunjukan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara oleh Presiden Joko Widodo patut dicurigai. Pasalnya pimpinan sementara itu dipilih tanpa melewati proses yang terbuka.
Tiga pimpinan baru itu adalah mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, mantan Deputi Pencegahan KPK, Johan Budi SP dan akademisi Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Aji. Presiden tiba-tiba saja mengumumkan nama ketiganya pada Rabu (18/2), tanpa tahu proses seleksi seperti apa yang sudah dilalui ketiganya.
"Kami sesalkan Jokowi pilih Plt (red, Pelaksana Tugas KPK) tanpa seleksi layak dan terbuka, tanpa uji rekam jejak," kata Muhamad Isnur kepada wartawan di kantor LBH, Jakarta Pusat, Minggu (22/2/2015).
Kecurigaannya terhadap para pimpinan sementara itu makin menjadi setelah Taufiequrachman usai pelantikan, mengeluarkan pernyataan soal kemungkinan pelimpahan kasus Komjen Pol Budi Gunawan ke Kepolisian ataupun ke Kejaksaan.
"Itu yang kami curiga, kok tiba-tiba Plt baru masuk sehari sudah buat keputusan sendiri, bertentangan dengan agenda KPK. Jangan-jangan dia bawa agenda menghentikan penyidikan dan pengungkapan kasus BG (Budi Gunawan)," ujarnya.
Jika hal itu terjadi, kasus suap dan gratifikasi yang diduga diterima Budi diserahkan ke Kepolisian atau Kejaksaan, ia mengaku yakin kasusnya tidak akan tuntas karena penyidikannya pasti berhenti di tengah jalan.
"Untuk pak Ruki, hati-hati membuat pernyataan dan keputusan. Pertama Plt itu tidak bisa ambil kebijakan strategis, dia tidak bisa menghentikan penyidikan," jelasnya.
Selain Taufiequrachman, ia juga mencurigai penunjukan Indriyanto yang sempat menjadi pengacara mantan pemegang saham Bank Century, Rafat Ali dan Hesham al Warraq. Padahl kasus bank Century sendiri hingga kini masih terus berusaha diungkap oleh KPK, tiba-tiba saja Indriyanto muncul dan langsung menjadi pimpinan.
"Jangan-jangan ini adalah upaya pelemahan KPK dari dalam," tandasnya.