Setelah ditelusuri alamat yang disodorkan itu palsu belaka. Setelah dicari-cari, polisi kemudian menyebutkan Tarsono adalah seorang gelandangan dari Pasar Bulu di Semarang.
Tarsono masuk dengan cara menginjak backstay atau alat penyangga roda pesawat. Alat itu membentuk siku terhadap strut, yang juga berhubungan dengan roda.
Demi melewati rongga sepanjang penggaris normal yang pas dengan tubuhnya, ia berpegangan pada post dan hydraulic jack, yang berada di langit-langit saat roda dalam posisi mendarat.
Ketika pesawat melayang dan perlengkapan mekanis roda masuk, tubuh Tarsono yang setinggi 1,65 meter tertekuk. Ia berada dalam posisi “mati”. Kepalanya akan tertindih hydraulic jack dan pantatnya terhimpit pada dinding rangka pesawat. Tangannya mungkin berpegangan pada post.
“Waktu saya duduk tiba-tiba seperti ada yang mendorong. Rasanya seperti ditekuk,” begitu kisah Tarsono saat itu, sebagaimana ditulis sejumlah media massa.
Terbang dengan cara Tarsono ini tentulah super sengsara. Ketika mesin pesawat menderu, suhu mesin bisa mencapai 730 derajat celsius. Dari pipa pembuangan pembakaran, suhunya 300 derajat celsius.
Beruntung ada pembatas panas. Pembatas itu ada di antara ruang mesin dan ruang roda, sehingga panas bisa ditekan ke bawah bilangan 100 derajat selsius.
Begitu hendak lepas landas, putaran mesin turbin menunjukkan 15 ribu rpm. Angka itu menurun jadi 14 ribu rpm saat pesawat sudah dalam posisi melayang. Tapi suaranya tetap bisa membuat telinga kita sepi selamanya.
Pengakuan Tarsono yang ditulis media massa saat itu ingin menumpang pesawat ke Jakarta. Apa daya uang tak punya.
Sebelum ke Semarang, ia tinggal bersama ayahnya di Jombang, Jawa Timur. Pernah menjadi pencari kayu dengan upah Rp300 per hari. Demi penghasilan lebih, dia lalu berangkat ke Semarang. Berangkat tanpa tujuan, akhirnya terdampar menjadi gelandangan.
23 September 1997
Dua remaja ditemukan menggigil di ruang roda Garuda Airbus A300-B4. Terbang dari Medan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. Manto Manurung dan Siswandi Nurdin Simatupang, sontak mengejutkan khayalak ramai.
Seperti kisah Tarsono, Manto dan Siswandi ditemukan pertama kali oleh petugas yang hendak memasang chock pada roda depan pesawat. Ada sebagian baju yang menyembul dari ruang roda depan itu. Setelah diperiksa, ternyata ada dua remaja tanggung melipat tubuh di sana.
Manto ditemukan dalam kondisi lemah. Kaki kanan remaja setinggi 1,5 meter itu cedera. Pergelangan tangan kiri terluka. Sedang Siswandi, yang tingginya 1,65 meter seperti Tarsono, lebih bugar. Hanya tangan kanan sedikit lecet.