TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dana terkumpul yang lebih kecil dibandingkan pengeluaran dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bisa memunculkan kekhawatiran dan cemooh dari pihak lain.
"Pendanaan tahun 2014 yang dilakukan BPJS Kesehatan menyerap lebih besar dana yang terkumpul dengan rasio klaim 103 persen bisa jadi cemoohan bangsa lain," kata Hasbullah Thabrany, Ketua Ina-HEA saat pembukaan Kongres II InaHEA dengan Tema “Pembiayaan Kesehatan dan Ekonomi Gizi di Jakarta, Rabu (8/5/2015).
Untuk itu, perlu pengkajian ekonomi yang dilakukan oleh ahli ekonomi kesehatan sehingga program JKN yang dijalankan tidak ubahnya program yang sama di negara lain.
"Saat ini kita mulai melangkah dan kesuksesan mulai tampak. Tapi badai masih sangat besar. Untuk itu, kita mendiskusikan langkah memperkuat pendanaan kesehatan," katanya.
Lebih lanjut dikatakan Hasbullah, selama 20 tahun terakhir ini pendanaan kesehatan Indonesia terus tertinggal dibandingkan negara menengah lainnya.
"Saat ini Indonesia hanya membelanjakan pendanaan kesehatan 150 dollar per tahun per kapita. Tidak heran kualitas penduduk Indonesia lebih rendah dan layanan kesehatan masih belum baik," katanya.
Rendahnya pendanaan kesehatan menyebabkan tingkat kematian ibu hamil atau melahirkan di Indonesia cukup tinggi.
"Separuh ibu hamil masih menderita anemia, kurang darah akibat gizi yang tidak memadai," katanya.
Hasbulah berpandangan untuk mencapai perbaikan di bidang kesehatan, perlu kerjasama antara Kementerian Kesehatan dan Keuangan sehingga meningkatkan anggaran kesehatan.
"Kementerian Kesehatan dan Keuangan sepakat dalam pendanaan, maka perbaikan kesehatan paling tidak meningkat 80 persen," kata dia. (Eko Sutriyanto)