Yang jelas, lanjut Victor, saat ini pihaknya masih fokus mencari alat bukti keterlibatan pihak-pihak yang menikmati aliran dana dari hasil penjualan kondensat PT TPPI sehingga merugikan negara hingga Rp 2 triliun.
"Prioritas kami saat ini adalah menelusuri aliran dana," katanya.
Melalui pernyataan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Hashim Djojohadikusumo sendiri telah memberikan penjelasan perihal namanya yang turut dikaitkan kasus tersebut.
Ia menjelaskan, memang dirinya bersama dengan Njoo Kok Kiong alias Al Njoo dan Honggo Wendratno mendirikan PT TPPI pada 1995. Adapaun komposisi kepemilikan saham di perusahaan tersebut pada saat itu, Hashim Djojohadikusumo sebesar 50, selebihnya dimiliki oleh Al Njoo dan Honggo.
Pada 1998, Hashim mengaku menyerahkan seluruh saham miliknya di TPPI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk menyelesaikan utang piutang grup Tirtamas (sebagai pemilik) kepada para pihak yang sebagian besar adalah BUMN dan institusi keuangan negara.
Setelah penyerahan seluruh saham tersebut, Hashim mengaku sama sekali tidak terlibat di TPPI. Bahkan, proses restrukturisasi PT TPPI oleh BPPN pada 2002 tanpa melibatkannya maupun Al Njoo.
Ia kembali menegaskan, sejak 2004 dan restrukturisasi TPPI yang dilakukan oleh BPPN itu, dirinya tidak lagi menjadi pemegang saham, komisaris, anggota direksi maupun kuasa hukum dari PT TPPI.
"Sehingga saya tidak terkait dengan segala kebijakan, keputusan maupun transaksi yang dilakukan oleh PT TPPI, termasuk kasus penjualan kondensat yang terjadi pada tahun 2008-2011," tandasnya.