TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seandainya memiliki lembaga pengawas permanen, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan menderita tiga kekalahan menghadapi gugatan praperadilan penetapan tersangka.
Pernyataan tersebut disampaikan Tim Perumus UU KPK, Firman Jaya Daeli, terkait kemenangan tiga tersangka yang menggugat KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Pimpinan KPK dan pejabat struktural pasti ada kekurangan, memang perlu ada dikontrol," ujar Firman saat diskusi bertajuk 'Duh KPK' di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (30/5/2015).
Lembaga pengawas tersebut, lanjut Firman, diberikan kewenangan untuk menindak pimpinan dan pejabat struktural yang melakukan pelanggaran kode etik.
Penindakan tersebut, lanjut dia, penting untuk menyalamatkan KPK dari pimpinan atau pejabat struktural yang bisa bermanuver politik atau melakukan pelanggaran.
"Orang yang salah itu ditindak. Orang-orang yang masuk ke komisi pengawasan harus orang setengah dewa juga. Tapi lembaga pengawasan tidak bisa intervensi penyelidilkan, penyidikan dan penuntutan," tukas Firman.
Sebelumnya, KPK sudah tiga kali (hattrick) menderita kekalahan menghadapi gugatan praperadilan penetapan tersangka.
Para tersangka korupsi tersebut sukses menjungkirkan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait kasus korupsi yang disangkakan KPK.
Kekalahan pertama adalah saat menghadapi gugatan Kepala Lembaga Pendidikan Polri (kini Wakapolri) Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
Budi yang pernah menjadi ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri saat berkuasa ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan hadiah dan janji.
Kekalahan kedua adalah pada 12 Mei 2015. Hakim Yuningtyas Upiek Kartikawati meminta KPK menunjukkan alat bukti penetapan Ilham sebagai tersangka. KPK tidak bisa menyanggupi permintaan hakim sesuai tenggat waktu yang diberikan.
Teranyar, KPK kalah menghadapi gugatan praperadilan bekas Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Poernomo.