TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo kembali mengingatkan kembali revolusi mental saat mengikuti perayaan Waisak di pelataran Candi Borobudur Magelang Jawa Tengah, Selasa (2/6/2015) malam. Bagi Jokowi, perubahan mental masyarakat lebih baik bermula dari perubahan pada masing-masing individu.
"Perubahan masyarakat harus mulai dari diri sendiri. Revolusi mental tanggung jawab masing-masing," kata Jokowi.
Menurutnya, nilai-nilai ajaran Buddha penting dalam membangun bangsa yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian. "Membangun masyarakat seperti itu perlu perjuangan sebagaimana dicontohkan Buddha Gautama," katanya.
Presiden Jokowi mengajak umat Buddha untuk menjadikan peringatan Waisak sebagai momentum untuk membangun nilai luhur bangsa. Waisak juga diharapkan bisa dijadikan momentum untuk menjaga sesanti di Buku Sutasoma, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Presiden juga berharap perayaan Waisak membawa ketentraman dan kedamaian tidak saja untuk umat Buddha tapi seluruh umat manusia. "Ini momentum merenungkan nilai luhur Buddha yang universal, pencerahan makna kehidupan umat Buddha, juga keteladan dalam menyempurnakan kebajikan," urainya.
Gagasan revolusi mental Jokowi sempat disanjung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. SBY meyakini, jika diterapkan dengan baik, revolusi mental tersebut bisa membawa Indonesia menjadi lebih baik ke depan.
SBY menjelaskan, revolusi mental sebenarnya sudah dimunculkan oleh tokoh komunis Karl Marx pada abad ke-18 lalu. Saat itu, Karl Marx menggunakan revolusi mental untuk menanamkan paham-paham komunisme. Namun, kata SBY, revolusi mental yang diusung Karl Marx itu berbeda dengan revolusi mental yang diusung Jokowi.
"Revolusi mental Jokowi lebih mengarah kepada character building (pembangunan karakter). Saya setuju 100 persen," kata SBY saaat menjadi pembicara dalam diskusi publik bertema "Revolusi Mental Sutan Takdir Alisjahbana Menuju Manusia Indonesia Progresif" di Universitas Nasional, Jakarta, Sabtu (25/4/2015) lalu.
SBY mengaku sudah membaca dan mendengar dengan baik mengenai revolusi mental Jokowi yang didengungkan pada masa kampanye Pemilu Presiden 2014 itu. Di dalamnya sama sekali tak ada penanaman paham-paham komunisme.
"Revolusi mental yang diusung Jokowi tak harus bertumpah darah, saya setuju," kata Ketua Umum Partai Demokrat itu.
SBY mengakui, dia dan Jokowi selama ini kerap berbeda pendapat terkait beberapa hal. Namun, perbedaan pendapat itu adalah sebuah hal yang wajar. "Selama saya menghormati Jokowi dan Jokowi menghormati saya, tidak ada masalah. Sesama bus kota kan dilarang saling mendahului," kata SBY disambut tawa hadirin.
Lalu bagaimana Psikolog Imam Ratrioso menilai revolusi mental yang digaungkan Jokowi? Yuk, ikuti livechat dengan Imam Ratrioso hanya di livechat.tribunnews.com pada hari Kamis, 4 Juni 2015, pukul 15.00 WIB.