TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Tubagus (TB) Hasanuddin memastikan menolak usulan dana aspirasi sebesar Rp 20 miliar untuk tiap daerah pemilihan. Dikatakan, dalam UU nomor 17/2014 tentang MD3, pasal 80 huruf J, menjadi dasar Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilih atau yang disebut sebagai Dana Aspirasi, sebesar Rp 20 miliar/orang/tahun.
"Bagi saya, dana aspirasi ini akan menjadi bias bila disangkutkan dengan asas, fungsi, dan peran DPR RI," ujarnya, Sabtu (13/6/2015).
Aspirasi masyarakat, lanjutnya, seringkali tak hanya menyangkut bangunan fisik saja, tapi juga bisa ideologi, politik, ekonomi dan lainnya. Anggota DPR menampung aspirasi tersebut, kemudian menyampaikannya sesuai saluran, tak terbatas pada jumlah uang.
"Jadi mungkin saja ada aspirasi dan keluhan masyarakat, tapi tak melulu harus dijawab dengan uang. Kemudian, dana aspirasi itu, tak boleh bertentangan dengan sistem pembangunan, yakni pemerintah sebagai perencana sekaligus eksekutor," TB Hasanuddin mengingatkan.
Tugas DPR adalah menyampaikan aspirasi ke pemerintah, lalu pemerintah melihat apakah aspirasi itu komprehensip atau tidak dan kemudian diprogramkan dalam wujud UU APBN. Dan Harus diingat juga, lanjutnya lagi, UU Keuangan Negara tak pernah mengamanatkan adanya peran DPR RI dalam kuasa perencanaan dan pelaksanaan anggaran.
Hal lainnya, akan ada diskriminasi pembangunan bila dana itu dikucurkan. daerah yang angga DPR nya sedikit, pasti mendapat sedikit dana.
"Sebaliknya berbeda dengan yang banyak anggota DPR-nya. Kalau mau jujur, justru daerah yang belum disentuh pembangunan, biasanya angg DPR-nya sedikit. Karena itu DPR harus diluruskan, kita jangan mengikuti yang salah," katanya.
Ia mengingatkan, jangan sampai nanti terjadi, ada daerah partai X, daerah partai Z karena digelontor dana, partai-partai itu kemungkinan kongkalikong dana aspirasi dengan pejabat daerah dan pusat.
"Dan bisa terjadi jual beli lelangan dana aspirasi. Karena itu, kesimpulan saya, DPR tak usah masuk kepada hal-hal seperti itu. Urus saja pembuatan regulasi dan kontrol yang kuat pada pemerintah," TB Hasanuddin menegaskan kembali.