TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perubahan mekanisme pemberian manfaat salah satu program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, yaitu Jaminan Hari Tua (JHT) membuat keresahan di masyarakat.
Sebab, para pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa mencairkan dana jaminan hari tuanya, meskipun mereka sudah menjadi anggota selama 5 tahun 1 bulan.
Sebab, berdasarkan peraturan yang baru, dana JHT baru bisa diambil pada saat pensiun ketika karyawan sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 tahun.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Gerindra yang membidangi masalah ketenagakerjaan Roberth Rouw menilai bahwa langkah yang diambil oleh pemerintah dalam merubah pencairan dana JHT tersebut secara mendadak sangat tidak manusiawi.
"Kebijakan itu terkesan dibuat secara mendadak dan tidak ada sosialisasi, saya mengecam itu, ini sangat tidak manusiawi," kata Roberth di Jakarta, Jumat (3/7/2015).
Politikus Gerindra ini menjelaskan, seharusnya jika pemerintah menganggap peraturan yang baru itu jauh lebih bermanfaat bagi para pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan, maka sosialisasi harus lebih diutamakan dan digencarkan kepada masyarakat.
Atau minimal dibahas dulu bersama Komisi IX DPR RI yang bermitra dengan Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan.
"Waktu kita RDP (rapat dengar pendapat) dengan BPJS Ketenagakerjaan beberapa waktu lalu hanya besaran iuran pensiun saja, dan tidak membahas perubahan tersebut," ujar Roberth.
Roberth juga mengecam peraturan BPJS Ketenagakerjaan mengenai JHT yang hanya bisa diambil 40 persen dari total tabungan meski karyawan sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 tahun, dengan rincian sebesar 10 persen tunai dan 30 persen untuk pembiayaan perumahan.
"Kebijakan itu dirasakan tidak menguntungkan bagi para peserta BPJS Ketenagakerjaan. Karena, ketika ada jutaan peserta atau pekerja yang dananya disimpan dan didepositokan ke bank oleh BPJS Ketenagakerjaan, maka seharusnya manfaat bagi para peserta atau pekerja bisa jauh lebih baik dan bisa mengambil lebih dari angka 40 persen tersebut," ujarnya.
Karena itu, Roberth akan mendorong pimpinan serta seluruh anggota Komisi IX DPR RI untuk segera memanggil Menaker dan BPJS Ketenagakerjaan untuk mengklarifikasi peraturan tersebut.
Sehingga, masyarakat bisa mendapatkan penjelasan mengenai peraturan JHT yang baru.
"Kami akan panggil mereka untuk mendengarkan penjelasan mereka. Karena jika didiamkan justru akan membuat masyarakat menjadi semakin gusar," ujarnya.