"Kita membutuhkan investor, termasuk asing untuk mengembangkan pelabuhan yang lebih efisien, sehingga dapat mendorong turunnya biaya logistik. Apa yang diterima investor asing seperti HPH sesungguhnya sangat kecil dibandingkan nilai tambah yang diberikan kepada perekonomian Indonesia, termasuk peningkatan kualitas SDM dan Teknologi yang kini dinikmati karyawan JICT," tandasnya, Rabu (8/7/2015).
The National Maritime Institute (Namarin) menilai isu penolakan oleh SPJICT lebih pada kepentingan jangka pendek. Apalagi dari 4 tuntutan yang diminta dalam surat dukungan yang disusun oleh SPJICT pada 7 Oktober 2014, mayoritas berkaitan dengan urusan kesejahteraan karyawan.
"Semua tuntutan SPJICT dimensinya adalah uang dan kesejahteraan untuk mereka. Jadi tidak ada kaitannya dengan nasionalisme yang sekarang ini mereka hembuskan," ujar Siswanto Rusdi, Direktur Namarin, Rabu (8/17).
Siswanto mengungkapkan, menurut informasi yang diterimanya, pendapatan dan fasilitas yang diterima oleh pekerja di JICT merupakan salah satu yang terbesar dan terbaik di pelabuhan.
Bahkan banyak dari pekerja dengan standar lulusan SMA yang menikmati gaji dan fasilitas setara manajer yang bekerja di wilayah segita emas Jakarta seperti Sudirman-Thamrin- Kuningan.
Siswanto bilang, publik jangan terjebak oleh manuver dan opini yang seolah-oleh membela kepentingan nasional, padahal sejatinya ini hanya menyangkut urusan perut.
"Sebagai bangsa kita harus fair dan tidak terjebak pada praktik-praktik ancam-mengancam yang hanya akan menjatuhkan iklim investasi dan situasi ekonomi nasional yang kini sedang terpuruk. Kalau memang ada investor yang mau investasi di Pelabuhan tidak usaha pakai cara-cara yang tidak fair, banyak kok pelabuhan yang bisa digarap, bukan hanya JICT yang sudah jadi," tegas Siswanto.