Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq menilai pemerintah Joko Widodo sedang berpacu menghadapi dua persoalan besar. Persoalan pertama yakni konsolidasi elit politik dan gejala krisi ekonomi.
Bila Jokowi belajar dari Presiden ke-2 RI Soeharto, kata Mahfudz, maka yang harus diselesaikan terlebih dahulu yakni konsolidasi elit politik. Dari situ didapatkan modal politik untuk menyelesaikan persoalan ekonomi.
“Reshuffle kabinet? Apakah ini instrumen untuk konsolidasi politik elit atau instrumen untuk selesaikan masalah ekonomi?.Ada yang berpikir bahwa reshuffle bisa menambah runyam persoalan konsolidasi politik elit. Resikonya? Krisis ekonomi lebih cepat datangnya,” ujar Mahfudz dalam keterangannya, Rabu (8/7/2015).
Menurut Mahfudz, dinamika politik di Indonesia tidak sesederhana yang dibayangkan orang. Kehidupan politik yang sudah terbangun dapat pula berantakan. "Presiden sedang dihadapkan pada realitas modal politik awal yang makin terfragmentasi. Sementara konsolidasi perlu tambahan elemen lainnya,” katanya.
Ketua Komisi I DPR itu menyebutkan sulitnya memadukan dua kepentingan yakni konsolidasi elit politik serta mengelola persoalan ekonomi. "Memadukan keduanya absolutely very complicated. Secara kalkulatif, hanya tersedia waktu 6 bulan ke depan bagi Presiden ntuuk tuntaskan agenda konsolidasi politik elit. Jika tidak? Red alert!” tegasnya.
Saat ini, kata Mahfudz, dibutuhkan karakter pemimpin nasional sebagai seorang yang bisa menggalang solidaritas dan pemimpin buat semua “Dia akan bicara tentang persoalan nyata bangsa ini.Ketika kita sedang menghadapi dua persoalan besar, di sekeliling sedang mengintai (sambil bekerja) kekuatan-kekuatan besar yang berhajat menguasai negeri ini,” tegasnya.
Oleh karenanya, Mahfudz menuturkan Presiden Jokowi membutuhkan tiga instrumen yakni
aktor keamanan negara yang kuat, aktor politik elit yang tanggap dan aktor teknokratik yang cerdas.
“Orientasinya hanya satu, kepentingan nasional. Buang jauh kepentingan personal dan juga kepentingan partai atau kelompok. Permainan kekuasaan atau Power Game yang tak kunjung selesai, bukan hanya akan melumat pemimpinnya, tapi juga akan bisa mengorbankan rakyatnya. Oleh karena itu mari kita taqarrub kepada Allah, agar Allah anugerahkan kejujuran dan kecerdasan,” ujarnya.