TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan dalam negri sanggup memproduksi sendiri pesawat Hercules C-130 untuk TNI AU.
Namun yang jadi masalah adalah komitmen pemerintah, apakah sanggup memenuhi segala konsekuensinya, termasuk biaya.
Begitu kata Direktur Utama PT.Pindad, Silmy Karim, di kantor Wakil Presiden RI, Jakarta Pusat, Senin (13/7/2015).
"Selama kesempatan diberikan, kontrak diberikan, tidak ada yang tidak mungkin," kata Silmy.
Ia mengingatkan bahwa memproduksi pesawat angkut militer seperti Hercules bukan lah hal yang murah. Bila hanya memproduksi pesawat untuk kebutuhan satu skuadron saja, ia memastikan pemerintah akan dirugikan secara keuangan. Untuk sampai tahap untung, setidaknya harus memproduksi lebih dari 500 pesawat.
"Sehingga yang baik adalah kerjasama, berpartisipasi terhadap produk yang dilahirkan," ujarnya.
Salah satu konsep yang bisa dimanfaatkan adalah konsep mengembalikan keuntungan kepada pelanggan. Silmy mencontohkan, saat ini Indonesia tengah dalam proses pembelian helikopter Apache, yang merupakan produksi Boeing. Kata dia bisa saja pembayaran helikopter tersebut tidak sepenuhnya dengan uang, melainkan dengan barang.
"Apache kan diproduksi Boeing, bisa saja kita bantu produksi sayap, atau bagian-bagian tertentu untuk pesawat Boeing 737,777 atau dream liner. PT. DI (Dirgantara Indonesiay) kan bisa," jelasnya.
Malaysia kata dia juga sudah memanfaatkan konsep yang sama. Dengan strategi tersebut selain bisa menghemat anggaran pertahanan negara, strategi tersebut juga bisa memajukan industri dalam negri.
Silmy dalam kesempatan itu mengaku sudah bicara banyak dengan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, soal pemberdayaan industri dalam negri, untuk memenuhi kebutuhan alutsista TNI dan Polri. Selain mendorong industri dalam negri, kata dia Wapres berjanji akan memperhatikan aspek transfer teknologi, setiap pembelian alutsista dari luar negri.
"Beliau janji kawal proses pengadaan alutsista dalam negeri, agar paritsipasi lokal meningkat," tandasnya.