News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gugatan Praperadilan

Yusril Ihza Mahendra: Kejaksaan Tak Konsisten Soal Putusan MK

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Yusril Ihza Mahendra.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yusri Ihza Mahendra anggap Kejaksaan Agung tak konsisten menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka, karena tidak berdasarkan dua alat bukti yang sah merujuk pasal 184 KUHAP.  

"Kadang-kadang saya beranggapan kejaksaan inkonsisten. Kalau yang membuat jaksa senang dilaksanakan, diakui (putusan MK). Kalau yang membuat mereka tak senang, tak diakui atau tak dilaksanakan," ujar Yusril di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (28/7/2015).

Menurut Yusril, semua pihak harus mengikuti dan menaati putusan Mahkamah Konstitusi terkait penetapan tersangka. Lantaran putusan MK bersifat final dan mengikat, semua ‎pihak harus menaatinya, tak terkecuali kejaksaan.

"Baru sekali saya dengar di dalam persidangan, Kejaksaan Agung melalui Kejaksaan Tinggi (DKI) mengatakan tak mengakui putusan MK. Ini sesuatu yang agak luar biasa dalam kehidupan penegakan hukum di Indonesia ini," kata Yusril.

Dalam sidang praperadilan kemarin, tim hukum kejaksaan memberikan tanggapan atas permohonan gugatan Dahlan. Mereka berdalih, berdasarkan asas legalitas yang membatasi berlakunya hukum formil dan materil dalam tata cara proses pidana, putusan MK tak dapat berlaku begitu saja. Lantaran berdasarkan ketentuan pasal 20 ayat 1 UUD 1945 kekuasan membentuk undang-undang merupakan kekuasan DPR bersama presiden.

"Sebelum terbentuk undang-undang baru yang mengatur kewenangan praperadilan, maka pembatasan hukum acara pidana tentang praperadilan tidak dapat disimpangi," ujar tim hukum Kejaksaan Tinggi DKI, Martha Berliana.

Menurut dia, MK telah membuat atau menciptakan norma baru dengan menjadikan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Hal tersebut telah melampaui kewenangan MK sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan UU nomor 24 tahun 2004 yang kemudian dirubah dengan UU nomor 8 tahun 2011.

"Oleh karenanya putusan MK Republik Indonesia nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 tidak memiliki kekuatan mengikat," sambung Martha.

Yusril menilai penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan 21 gardu listrik Pulau Jawa Bali dan Nusa Tenggara tak memenuhi dua alat bukti sebagaimana yang diputuskan MK.

Sementara itu, Kejaksaan Tinggi dalam persidangan menyebutkan jika penetapan tersangka Dahlan merujuk pasal 1 angka 14 KUHAP yang berbunyi tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.‎

Kasus korupsi yang menjerat Dahlan saat ia menjabat direktur utama PLN, berdasar pengembangan 15 orang tersangka yang telah disidik jaksa. Selain itu berdasarkan pemeriksaan 37 orang saksi, dua orang ahli dari LKPP dan BPKP, dan 305 dokumen‎.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini