Dalam rencana pengerjaan dua gardu tersebut, PPK kembali telah melakukan pembayaran uang muka dan pembayaran termin 1 padahal pembangunan tidak dilaksanakan dan tanah yang duperuntukan untuk ke dua gardu tersebut belum tersedia.
Tidak hanya disitu berdasarkan hasil pengembangan penyidik juga menemukan pelaku lain yakni I Nyoman Sarjana (manajer Konstruksi dan operasi induk Pembangkit dan Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara), Saifoel Arief, dan Fauzan Yunus (Manajer Unit Pelaksana Konstruksi Jaringan Jawa Bali IV).
"Diduga berperan membuat dokumen yang isinya tidak benar, seolah-olah pekerjaan telah dilaksanakan padahal tanahnya belum tersedia atau dibebaskan," tuturnya.
Tersangka lainnya yakni, Totot Fregattanto, Ahmad Yendra Satriana, Yayus Rusyadi Sastra, Yushan, Endi Purwanto, Arief susilo Hadi terseret karena terlibat dalam Berita Acara Serah Terima Hasil (BSTH) sebagai Panitia Penerima Hasil (PPH). Hasil dari pengembangan penyidikan mengerucut ke sebuah nama yakni Hengky Wibowo sebagai Pejabat pembuat Komitmen tahun 2010/20111.
"Tersangka telah melakukan pelalangan meskipun izin multi years pelaksanaan pekerjaan belum terbit, menandatangani kontrak kerja pengadaan Gardu Induk Jatirangon 2, dan melakukan pembayaran uang muka meskipun tanah untuk kepentingan gardu induk belum tersedia," jelasnya.
Menurutt Sunarto dari bukti bukti yang ditemukan ternyata kasus tidak hanya bermuara pada pejabat pembuat komitmen, melainkan juga hingga Direktur Utama PLN yang saat itu dijabat oleh Dahlan Iskan selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Dahlan diduga terlibat dalam pengajuan permohonan izin kontrak multi years dengan menerbitkan surat fiktif seolah oleh lahan untuk pembangunan gardu induk telah tersedia atau tuntas.
Surat tersebut yakni Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak Kuasa Pengguna Anggaran tentang kebutuhan dana dan pengadaan lahan pada Satuan Kerja Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tertanggal 14 April 2011.
Surat kebutuhan dana dan ketersediaan lahan dalam Satuan kerja dan jaringan yang sama yakni Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tertanggal 8 dan 26 Agustus 2011 dan Surat Kuasa pengguna Anggaran tentang tuntas tanah pada lima Satuan Kerja dan Jaringan di Indonesia tertanggal 19 Oktober 2011.
"Surat surat pernyataan tersebut digunakan sebagai persyaratan untuk mendapatkan pesetujuan izin kontrak multi yeras dari Menteri keuangan sebagaimana diatur dalam peraturan menteri Keuangan nomor 56/PMK.02/2010," katanya.
Selain itu Dahlan juga diduga melakukan penyimpangan terhadap ketentuan Perpres nomor 54 tahun 2010 untuk pencarian uang muka dan pembayaran atas material yang ada di lokasi.
"Semuanya telah didasarkan pada bukti-bukti yang sebagaimana diatur dalam undang-undang," pungkasnya.