TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagai organisasi besar, Nahdlatul Ulama (NU) banyak menjadi incaran paham-paham ideologi tertentu untuk kemudian dijadian sasaran dakwah.
Paham-paham seperti Syiah, Wahabi, Hizbut Tahrir dan Islam Liberal berusaha mendekati NU melalui berbagai cara.
”Karena NU paling besar maka Syiah, Wahabi, HTI dan Islam Liberal itu berusaha mendekati NU,” kata Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU, Cholil Nafis, Selasa(4/8/2015).
Strategi dari paham-paham tersebut kata Cholil beragam. Syiah misalnya, memakai strategi seolah-olah ajaran Syiah dan NU itu dekat, tak ada perbedaan.
”Padahal secara ushul (aqidah/teologi) Syiah dan NU jelas berbeda,” kata Cholil.
Sedang Wahabi, lanjutnya, mempengaruhi warga NU justru dengan cara menyalahkan ajaran NU.
Begitu juga HTI dan sebagainya. Menurut dia, sekarang beberapa pimpinan NU, baik di PBNU maupun di daerah banyak yang tertarik dengan ajaran Syiah, Wahabi dan HTI.
”Saya lihat di Jawa Barat, di Jawa Tengah, di Jawa Timur sudah ada semua,” katanya.
Menurut dia, kalau ketertarikan pengurus NU kepada Syiah, Wahabi, HTI dan Islam Liberal ini terus terjadi, maka tak mustahil NU nanti akan habis. Apalagi Syiah, Wahabi, dan lainnya memang punya target untuk menghabisi ajaran NU.
”Mereka menargetkan tahun 2050 NU akan habis,” katanya.
Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah ini bahkan menuturkan bahwa Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj membuat nota kesepahaman (MoU) dengan Universitas al-Musthafa al-’Alamiyah, Qom, Iran.
Qom adalah sebuah kota yang merupakan ibukota Provinsi Qom di Iran. Qom menjadi sebuah kota suci bagi penganut Islam Syiah. Kota ini merupakan pusat pendidikan Syiah terbesar di dunia.
Cholil menjelaskan dokumen kerjasama di bidang pendidikan, riset dan kebudayaan itu dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan Rais Am Syuriah PBNU yang saat itu dijabat KHA Sahal Mahfudz.
Dokumen tertanggal 27 Oktober 2011 itu dibuat dalam dua bahasa, Persia dan Indonesia.
”Saya kopi yang berbahasa Indonesia karena saya enggak begitu paham bahasa Persia,” katanya.
Menurut Cholil Nafis, Kiai Said Aqil tak bisa mengelak karena sudah ada dokumen resmi yang dia temukan.
”Di PBNU ada, di Universitas al-Mustafa juga ada,” tegas dosen Universitas Indonesia (UI) itu ketika ditanya dapat dari mana dokumen tersebut.
Ia mengaku pernah sekali berkunjung ke Universitas al-Mustafa al-‘Alamiyah.
”Saya kesana mewakili UI dalam urusan akademik,” katanya.
Menurut dia, kerjasama itu berlaku selama 4 tahun.
"Kalau tak ada pembatalan, kerjasama itu akan terus dan diperpanjang dengan sendirinya," katanya.
MoU PBNU dengan Universitas al-Musthafa al-Alamiyah ini sempat heboh karena Rais Am PBNU yang saat itu dijabat KHA Sahal Mahfudz tak mengatahui MoU tersebut.