Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kamis (6/8/2015), Bupati Barru, Andi Idris Syukur tersangka pemerasan terhadap sejumlah perusahaan yang memakai fasilitas Pelabuhan Garongkong, Kab Barru dijadwalkan diperiksa Bareskrim.
Andi diperiksa di Bareskrim karena adanya laporan masyarakat yang masuk ke Bareskrim dan kasus itu sejak awal ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.
Seharusnya Andi diperiksa pada Jumat (24/7/2015) lalu namun tidak hadir karena alasan sakit. Dan meminta penjadwalan ulang. Akhirnya Bareskrim menjadwalkan ulang pada hari ini, Kamis (6/8/2015).
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Victor E Simanjuntak mengatakan pihak kuasa hukum dari Andi sudah berjanji kliennya akan memenuhi panggilan.
"Kuasa hukumnya sudah menyatakan kliennya (Andi) akan hadir memenuhi panggilan. Sudah kirim surat, kita tunggu saja," kata Victor.
Lebih lanjut, saat disinggung soal setelah diperiksa akankah penyidik Bareskrim menahan Andi, menjawab hal itu Victor mengatakan pihaknya tidak akan sembarangan menahan orang. Menurutnya apabila Andi kooperatif, maka ia tidak perlu melakukan penahanan terhadap Andi.
"Gak lah, kita tidak bisa main tahan, kalau kooperatif ya tidak perlu ditahan. Sampai saat ini juga belum dicegah keluar negeri," tegasnya.
Sementara dari hasil penggeledahan di kantor dan kediaman Andi pada minggu lalu, Victor mengaku mendapatkan banyak dokumen pendukung yang memperkuat sangkaan terhadap Andi.
Untuk diketahu, Andi Idris Syukur ditetapkan sebagai tersangka, Senin (13/7/2015) lalu. Berdasarkan penyelidikan, dia diduga kuat memeras sejumlah perusahaan yang memakai fasilitas Pelabuhan Garongkong, Kabupaten Barru. Uang hasil pemerasan tersebut, dipakai untuk memperkaya diri sendiri.
Selain itu, mantan Sekda Kabupatan Wajo itu juga diduga kuat menerima gratifikasi atas pencairan dana pembangunan rumah toko dan pasar. Gratifikasi itu berupa satu mobil Toyota Alphard hitam dengan nomor polisi DD 61 AS.
Dia dikenakan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.