TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang Bupati nonaktif Pulau Morotai, Rusli Sibua di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan agenda pembacaan dakwaan terancam kembali tertunda, Senin (10/8/2015).
Pasalnya, Rusli yang terkait kasus dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Pulau Morotai di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2011 tersebut tak didampingi kuasa hukum.
"Kami berkeberatan yang mulia karena sidang tak didampingi pengacara. Kami awam yang mulia dan pada dasarnya tak memahami hakikat pengadilan sesungguhnya," kata Rusli kepada majelis hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, Senin (10/8/2015).
Rusli mengatakan, sejak hari Kamis belum bisa berkomunikasi dengan Tim Penasihat Hukum terkait sidang perdana perkara suap sengketa Pilkada di MK itu.
Bahkan, dia menuding KPK mempersulit dirinya untuk berkomunikasi dengan kuasa hukumnya.
"Sejak hari Kamis itu kami putus komunikasi dengan PH kami. Kami tidak mengada-mengada, dari KPK yang mempersulit, berkomunikasi lewat hp juga tidak bisa," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Majelis Hakim yang diketuai Hakim Supriyono menegaskan bahwa sidang yang membacakan dakwaan orang nomor satu di Pulau Morotai ini tetap dilanjutkan.
Menurut dia tidak ada kaitan antara surat kuasa praperadilan dengan sidang pokok perkara di Pengadilan Tipikor ini.
"Karena saudara sudah tanda tangan surat kuasa, posisi saat itu. Masalah pengertian saudara itu soal surat praperadilan itu tidak ada hubungannya. Hari ini tetap dibacakan, nanti dikasi kesempatan untuk eksepsi," kata Hakim Supriyono.
Sebelumnya pada sidang hari Kamis (6/8/2015), hakim akhirnya mengabulkan permohonan Rusli. Hakim juga mengingatkan agar jangan menunda sidang pekan depan.
Kalau pekan depan menunda lagi, sidang akan tetap dilaksanakan, meskipun tanpa didampingi pengacara.
Diberitakan, Rusli merupakan tersangka kasus dugaan suap kepada Akil Mochtar (saat menjabat hakim konstitusi) terkait penyelesaian sengketa Pilkada Morotai di Mahkamah Konstitusi.
Dalam kasus ini, Rusli disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.