Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemerintah dinilai gagal mengamankan kebutuhan pokok rakyat. Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo melalui pesan singkat, Senin (17/8/2015).
"Kalau ingin mengamankan kebutuhan pokok rakyat, Presiden Joko Widodo harus memenuhi janjinya memerangi spekulan serta kartel," kata Bambang.
Bambang mengatakan Presiden Jokowi harus legowo menerima penilaian publik yang negatif. Terutama karena penilaian itu mengacu pada data resmi dan fakta.
Penyerapan anggaran hingga 31 Juli 2015 baru Rp 261 triliun, atau 32,8 persen, dari pagu APBN-P 2015 sebesar Rp 795,5 triliun. Dari data ini, kata Bambang, jelas bahwa pemerintah gagal memaksimalkan peran APBN sebagai penggerak pembangunan dan motor pertumbuhan
Tak hanya di tingkat pusat, katany, semua pemerintah daerah pun gagal memaksimalkan peran APBD. Hingga Agustus 2015, terdapat Rp 273 triliun dana pembangunan daerah yang mengendap di perbankan. Inilah bukti kegagalan pemerintah mengelola APBN dan APBD.
"Pengelolaan komoditi kebutuhan pokok rakyat pun terkesan lebih semrawut. Belum lagi persoalan daging sapi tuntas, kini muncul masalah pada komoditas cabai dan tomat," ujar Anggota Komisi III DPR itu.
Kemudian secara tiba-tiba terjadi lonjakan pada harga cabai rawit yang mencapai Rp 70.000 per kg. Gejala sebaliknya terjadi pada komoditi tomat. Harga tomat di tingkat petani anjlok hingga Rp 200 per kg. Padahal, di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, harga tomat dibanderol Rp 4.000 per kg.
"Kesemrawutan ini terjadi karena pemerintah selaku regulator tidak berani bertindak dan bersikap tegas. Petani yang masih lemah dibiarkan sendirian menghadapi para spekulan dan kartel dengan kekuatan modal yang tak terbatas," tutur Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia itu.
Pada kasus daging sapi, Bambang menyebutkan tampak jelas bahwa pemerintah tidak mampu mengontrol atau mengendalikan pasokan dan permintaan. Harga daging sapi mahal karena ada kekuatan yang mampu memperkecil volume pasokan ke pasar.
Padahal, lanjutnya, pemerintah sendiri mengakui bahwa minimnya pasokan itu tidak masuk akal karena stok sapi siap potong mencukupi. Setelah Polri turun tangan, ditemukan ribuan ekor sapi siap potong yang ditimbun.
Menurut Bambang, model kasus seperti ini patut membuat semua orang marah, tapi juga menggelikan jika dikaitkan dengan peran pemerintah sebagai regulator.
"Bukankah pemerintah yang mengeluarkan izin impor sapi potong? Logikanya, pemerintah tahu dengan detil stok sapi potong di tangan importir atau feedloter. Kalau kemudian volume pasokan ke pasar dibuat sangat minim, mengapa pemerintah sebagai penerbit izin impor tidak memerintahkan para importir atau feedloter membanjiri pasar dengan daging?" tanyanya.
Menurut Bambang, dibalik semua masalah itu ada spekulan atau kartel." Sekaranglah saatnya bagi presiden membuktikan tekadnya mengejar spekulan dan kartel itu. Jangan hanya janji manis saat kampanye saja," ujarnya.