Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) harus dikembalikan sebagai perancang Garis Besar Haluan Negara (GBHN), selain melantik Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
"Kewenangan MPR selain melantik Presiden dan Wakil Presiden, juga berwenang menyusun Garis Besar Haluan Negara," kata peneliti Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo di Jakarta, Kamis (20/8/2015).
Alasan penggunaan GBHN adalah untuk memberikan batasan ruang kepada pemerintah menjalankan program-programnya. Dengan penggunaan GBHN, pemerintah tidak bisa sembarangan membuat program sesuai keinginan mereka.
"Semuanya diatur oleh GBHN. Jika pemerintah keluar dari Garis Besar Haluan Negara tersebut, pemerintah bisa di-impeachment dan diberhentikan oleh MPR," sambung dia.
Ia sangat berharap jika undang-undang saat ini dapat dikembalikan ke UUD 1945 yang asli. Hanya saja, menurut Karyono masih banyak pihak-pihak yang takut wacara kembalinya UUD 1945.
"Saya sudah test case dengan mahasiswa, masyarakat, LSM, dan lain sebagainya. Dapat digambarkan banyak yang fobia dengan wacana kembalinya UUD 45. Karena sudah banyak yang merasa menikmati dan nyaman dengan produk UUD tahun 2002," papar dia.
Namun, Karyono tetap sangat berharap agar upaya pengembalian UUD 1945 terus berjalan dan direalisasikan. "Hal ini lantaran produk-produk undang-undang saat ini sangat sarat dengan liberalisme," beber dia.