TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang baru dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendapat banyak kritik dari beberapa peneliti dan pengamat pemilu.
Dosen UIN yang juga pengamat politik, Gun Gun Hartanto menilai masih banyak yang harus diperbaiki oleh Bawaslu tentang IKP tersebut.
Dirinya menilai bahwa seharusnya Bawaslu dapat menerangkan secara jelas tentang variabel yang dipakai untuk memperoleh data IKP. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa masih banyak variabel yang harus dipakai oleh Bawaslu.
"Di dalam indikator, terdapat variabel iklan pencitraan dan dimasukkan kedalam aspek politik uang. Ini menjadi tidak jelas karena iklan pencitraan ini masih sangat debateable. Seharusnya Bawaslu juga memasukkan variabel komunikasi politik," ujarnya saat diskusi di Hotel Santika, Jakarta, Selasa (1/9/2015).
Gun Gun mengatakan komunikasi politik mempunyai peran besar yang memicu konflik horizontal pada saat pilkada berlangsung. Dirinya justru mengkhawatirkan peran calon kepala daerah dan juga media yang secara massive melakukan propaganda politik.
"Sekarang lihat saja, banyak media yang mengarah ke tendensius ke satu pihak dan yang seperti itu yang menurut saya menjadi penting menambah variabel IKP ini," katanya.
Sementara itu, peneliti LIPI, Syamsul Arif mengatakan bahwa kerawanan yang dimaksud oleh Bawaslu semestinya dapat diperjelas. Menurutnya, defenisi kerawanan yang dimaksud oleh Bawaslu masih gamang.
"Apakah yang dimaksud oleh Bawaslu tentang kerawanan ini? Apakah tentang kerawanan pemilu? Atau tentang kerawanan stabilitas kehidupan? Bawaslu belum dapat menjawab itu," kata Syamsul.
Syamsul mengatakan bahwa ancaman yang paling nyata adalah majunya kembali seorang petahana di wilayah tersebut. Dirinya mengakui bahwa kekuatan incumbent dapat memobilisasi massa untuk melakukan apapun, terlebih petahana mempunyai kekuatan di tingkat struktural.
"Ke depan, Bawaslu dapat memasukkan variabel lain seperti kesejahteraan masyarakat, konflik sosial, kepercayaan terhadap calon dan indeks kewargaan, juga harus dimasukkan," kata Syamsul.