TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Populi Centre, Nico Harjanto mengatakan bahwa pelanggaran politik uang sudah seharusnya mempunyai ketentuan tersendiri.
Menurut Nico, kerjasama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersama KPK merupakan hal yang tidak perlu.
"Saya rasa KPK akan sulit, untuk mengungkap politik uang di pilkada serentak. Mereka harus mengawasi 269 daerah yang akan melaksanakan pilkada. Sedangkan prioritas KPK ada di kasus dari penyelidikan internal mereka," ujarnya di Jakarta, Kamis (10/9/2015).
Nico mengatakan, politik uang bisa saja terjadi mengingat pencairan dana desa tahap akhir akan berlangsung pada Oktober mendatang. Hal tersebut bisa digunakan oleh petahana untuk kepentingan pemenangan mereka atau pemenangan terhadap salah satu calon yang mereka dukung.
"Dana-dana kampanye, money politics hingga dana bantuan sosial ini akan cair dalam beberapa waktu ke depan dan saya yakin banyak petahana akan menggunakan dana ini untuk kepentingan lain diluar pemanfaatan seharusnya," katanya.
Selain itu, penerapan pasal 149 KUHP yang digunakan oleh Bawaslu untuk menjerat money politics akan sulit dilaksanakan, karena harus ada perbedaaan antara tindak pidana pemilukada dengan tindak pidana murni.
"Politik uang itu dua hal yang berbeda. Tidak bisa disatukan. Makanya harus ada revisi undang-undang agar makin jelas dan yang melakukan pelanggaran bisa jera," kata Nico.