Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kembali menggelar sidang lanjutan dengan terdakwa Bupati nonaktif Pulau Morotai Rusli Sibua, yang tersangkut kasus dugaan suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, Senin (14/9/2015).
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini hadir bekas kuasa hukum yang mendampinginya dalam persidangan sengketa Pilkada di MK Sahrin Hamid.
Menurutnya, Rusli yang memutuskan memberikan uang suap sebesar Rp 3 miliar dari permintaan awal Akil Mochtar sebesar Rp 6 miliar dalam penanganan perkara sengketa Pilkada Pulau Morotai itu.
Sahrin menjelaskan hal tersebut setelah Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mencecar dirinya soal berapa uang yang diminta Akil untuk biaya pemenangan perkara di MK. Dia menyampaikan permintaan Akil itu dihadapan Rusli dan Muchlis Tapi Tapi di Hotel Borobudur saat persidangan sengketa.
"Pada saat komunikasi itu (soal permintaan Akil Mochtar), memang susah menanggapi verbal. Ya intinya, kalo tidak salah ingat bahwa muncul angka Rp 3 miliar (dari Rusli Sibua)," kata Sahrin dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/9/2015).
Sahrin yang merupakan mantan Anggota DPR RI periode 2004-2009 itu, mengklaim bahwa dirinya sempat tak setuju dengan pemberian suap tersebut. Dia mengaku yakin bahwa pasangan Rusli-Weni R Paraisu itu memang menang mutlak.
Mantan Anggota DPR yang baru menjabat pada tahun 2007 ini menjelaskan, setelah Rusli hanya menyanggupi memberikan uang Rp 3 miliar, Sahrin langsung menghubungi Akil yang merupakan teman di Komisi III saat menjadi legislator.
Menurutnya setelah memberikan informasi ke Akil, dia diminta mengantar langsung ke MK.
"Saya sampaikan langsung ke Akil Mochtar. Waktu itu minta dianter ke kantornya (MK), tapi saya tidak mau, akhirnya lewat rekening CV Ratu Samagat (milik istri Akil Mochtar)," kata Sahrin.
Diketahui, setelah menyerahkan sejumlah uang kepada Akil, pada persidangan tanggal 20 Juni 2011, perkara permohonan keberatan Pilkada Nomor: 59/PHPU.D-IX/2011 yang digugat Rusli dan pasangannya, Weni R Paraisu, diputus oleh majelis dengan mengesahkan keduanya sebagai pemenang. MK membatalkan berita acara KPUD Morotai yang memenangkan Arsad Sardan dan Demianus Ice.
Rusli disebut meraup suara sebanyak 11.384. Sementara rivalnya jauh tertinggal. Mereka adalah Arsad Sardan dan Demianus Ice yang memperoleh 7.102 suara, Umar H. Hasan dan W. Sepnath Pinoa yang mengantongi 5.931 suara, Faisal Tjan dan Lukman SY. Badjak yang mendapatkan 751 suara, Decky Sibua dan Maat Pono dengan 316 suara, serta pasangan Anghany Tanjung dan Arsyad Haya dengan 7.062 suara.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatanya, Rusli diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) Huruf a subsidair Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.