TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjadi satu dari pengacara dan aktivis senior di Indonesia, Prof Dr (Iur) Adnan Buyung Nasution dinilai memiliki pengaruh yang kuat dalam membangun kualitas hukum di Indonesia, dilihat dari kegigihannya dalam membentuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Indonesia.
Dikutip dari berbagai sumber, cerita berawal saat dirinya tengah menjalani perkuliahan di University of Melbourne, Australia, mengambil peminatan Hukum Internasional, dari 1959 hingga 1960.
Di negara kanguru itu, Adnan tertarik melihat keberadaan dan manfaat Lembaga Bantuan Hukum yang sudah lebih dahulu terbentuk di sana. Hal itu membuatnya sadar bahwa bantuan hukum ternyata memiliki pola, model, dan bentuk tersendiri.
Sebelumnya, Adnan juga sudah memiliki niat untuk menyediakan bantuan hukum bagi masyarakat kecil yang buta hukum dan tidak mampu berjuang untuk mempertahankan haknya.
"Bagaimana kita mau menegakkan hukum dan keadilan kalau posisinya tidak seimbang. Di situ saya berpikir (bahwa) harus ada orang yang membela mereka," ucapnya, dikutip oleh TokohIndonesia.com.
Saat kembali ke Indonesia pada 1969, Adnan lalu menceritakan niat dan gagasannya terkait LBH pada Kepala Kejaksaan Agung R. Soeprapto, yang menjadi jaksa agung RI sejak 1951 hingga 1959.
Menurut Soeprapto, ide itu bagus, hanya saat itu belum waktunya untuk diwujudkan.
Setelah itu, gagasan tersebut diperbincangkan lagi dengan ekonom terkenal Indonesia Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo dan jurnalis ternama Mochtar Lubis, yang kemudian semangat sekali mendukung ide itu.
Namun, sebelum mewujudkannya, Adnan banyak dinasihati untuk terlebih dahulu untuk mengurus izin advokat dan membuka kantor law firm, demi mendukung kebutuhan hidupnya dan mendapatkan legalitas.
Setelah Adnan Buyung Nasution & Associates berdiri pada 1969, Adnan didukung oleh berbagai pihak mulai mempersiapkan pembentukan LBH pertama di Indonesia, dengan harapan ke depannya tak ada hambatan dan pihak advokat lain yang memusuhi LBH.
Tak sia-sia, inisiatif dan idenya itu kemudian mendekatkan dirinya dengan pihak pemerintah, dari pemda DKI Jakarta Ali Sadikin hingga Presiden Soeharto, yang menyetujui dan mendukung gagasan pembentukan LBH tersebut.
Pada 28 Oktober 1970, LBH lahir untuk yang pertama kalinya di Indonesia dan menjadikan Adnan sebagai pemimpin pertama LBH di negara ini.
Tak hanya itu, pengaruhnya terhadap hukum Indonesia juga disebarkan melalui berbagai tulisan dan bukunya yang mengulas seputar topik keadilan, pemerintah konstitusional, HAM, dan korupsi.
Selain menulis, ia juga aktif dalam berbagai organisasi, baik di dalam maupun luar negeri.