"Kita memang menbutuhkan dukungan bersama. Kita akan melakukan pendekatan kepada negara seperti Turki, Mesir, Iran yang telah menyatakan kesiapan, dan Pakistan yang menjadi negara kedua setelah Indonesia yang banyak mengirim jamaah haji dan Malaysia. Kita akan membuat deklarasi bersama agar ada bargaining kepada Arab Saudi terkait pelaksanaan haji ke depannya," tutur Muna bersemangat.
Selama ini, pemerintah Arab Saudi sangat terkesan mengeksploitasi para jemaah untuk meningkatkan pasokan devisa mereka. Ironisnya, eksploitasi itu tidak disertai dengan keamanan dan perlindungan sepadan bagi jemaah haji.
Sebaliknya, para jemaah haji mendapat bus-bus transportasi yang tak layak, meski sudah menyerahkan General Service Fee (GSF). Ternyata, pembayarannya tak cukup sampai tahapan pertama, tapi harus melakukan pembayaran untuk up grade.
Ada beberapa detil pelayanan dibenahi di lapangan saat itu, mengingat banyaknya jemaah yang kelelahan dan kepanasan. Oleh karena itu, Choirul meminta naqobah (jasa penyedia transportasi) untuk mengganti bus yang lebih layak dan nyaman bagi jemaah haji. Akhirnya kementerian agama melakukan pembayaran fee up grading naqobah.
"Syukurnya, kita masih memiliki safe grading sebesar 25 miliar untuk menggantikan bus-bus yang jelek, sehingga saat kepulangan ke Madinah, Arbain dan Jeddah, jemaah Indonesia sudah menaiki bus yang nyaman dan ber-AC," kenangnya.
Dia juga menuturkan, Komisi VIII DPR yang datang ke Mekkah sebagai pengawas resmi penyelenggaran haji, namun tak diperlakukan layaknya perwakilan parlemen. Muna berharap, ke depan Indonesia harus memiliki bargaining dengan pihak Arab Saudi supaya jamaah kita itu dapat terlindungi dan mendapatkan pelayanan yang baik dan nyaman.
Choirul muna optimistis dengan hadirnya BPKH (Badan Pengelolaan Keuangan Haji) yang ditargetkan terimplementasi pada pelaksanaan haji 2016. Dia yakin kehadiran lembaga itu akan memperbaiki pelaksanaan haji ke depan, dan bisa meniminalisir persoalan penyelenggaraan haji.
Dalam BPKH ini, pihak Kementerian Agama tidak mutlak menjadi esekutor atau pengambil keputusan dalam penentuan prasarana haji, baik menyangkut pemondokan, catering hingga bus transportasi.
"Karena ada biro atau agen travel kita semisal Maktour atau yang lainnya, malah lebih memiliki bargaining yang tinggi dengan pihak Arab Saudi dibandingkan kementerian agama," lanjut Muna.
Dalam hematnya, kehadiran badan ini dapat memacu persaingan yang sehat dalam proses pengadaan atau tender.
"Ke depan, bagaimana eksekutor itu mendapat bargaining yang baik dari pihak Arab Saudi untuk kenyamanan pelayananan ibadah haji bagi jemaah Indonesia, walau pun dari pihak swasta, kenapa tidak?" tegasnya.
Muna mengibaratkan perputaran keuangan yang akan dikelola BPKH menyerupai tabungan haji yang dikelola negara Malaysia.
Mengakhiri wawancara, Muna mengucapkan apresiasi sebesar-besarnya kepada Kementerian Agama yang mewakili negara dalam pelaksanaan haji 2015, meski masih adanya persoalan dalam pelaksanaannya.
"Kedepannya, kita (Komisi VIII) akan lebih mendorong kepada pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Kementerian Agama untuk membuat forum dari perwakilan negara lain untuk melakukan bargaining yang kuat kepada pihak Arab Saudi dalam pelaksanaan ibadah haji," katanya.