Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia mendapatkan bantuan Malaysia, Singapura dan Australia untuk memadamkan api yang membajar hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan lebih seratus hari lamanya.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional dan Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho, Minggu, (11/10/2015), mengatakan Malaysia telah mengirimkan satu unit pesawat Bombardier 415 MP berkapasitas enam ton.
"Cara mengangkut airnya dengan scooping. Dengan cara bermanuver mengambil air dari laut, lalu terbang lagi dan menyiramkan air ke lokasi kebakaran," terang Sutopo soal cara kerja pesawat Bombardier milis Malaysia.
Bombardier belum bisa dioperasikan sementara waktu ini karena masih menunggu kedatangan helikopter jenis Dolphin yang juga milik Malaysia. Helikopter ini yang nanti akan memandu Bombardier memadamkan api.
Menurut Sutopo, Bombardier beroperasi hanya lima hari saja yakni pada 12-16 Oktober 2015. Setelah beroperasi lima hari lamanya, Malaysia akan melihat situasi apakah pesawat akan ditarik pulang atau diperpanjang untuk membantu pemadaman di sini, terang Sutopo.
Baca juga: Australia Kirimkan Pesawat Thor Bantu Padamkan Kebakaran Hutan di Indonesia
Sementara Singapura telah mengirimkan satu unit helikopter Chinook kapasitas 5 ton yang tiba Sabtu (10/10/2015) siang. Helikoper besar tersebut akan beroperasi selama 13 hari dari 11-23 Oktober 2015.
Pemerintah Australia juga turut mengirimkan pesawat Thor berjenis Hercules C-130, kapasitas 15 ton. Pesawat super pemadam kebakran ini tiba paling cepat, Selasa (13/10/2015), dan akan beroperasi sekitar tujuh hari.
"Pesawat tersebut akan beroperasi selama lima hari, karena masih dibutuhkan di negara bagian New South Wales, Australia," jelas Sutopo mendampingi Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grisgon.
Rencanannya pesawat-pesawat tersebut fokus dikerahkan memadamkam api di Ogan Komering Ilir (OKI) dan Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, karena sebagian besar titik apa ada di sini.
"Sementara yang masih menunggu konfirmasi itu pemerintah Rusia, Tiongkok dan Jepang," imbuh Sutopo.