TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Pusat Muhammadiyah keberatan dengan rencana pemerintah menetapkan Hari Santri yang akan diperingati setiap 22 Oktober.
Atas keberatan tersebut, PP Muhammadiyah telah melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo.
"Sikap Muhammadiyah tentang Hari Santri sebagaimana surat PP Muhammadiyah ke Presiden Jokowi yang dikirim hari ini," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti kepada Kompas.com, Senin (19/10/2015).
Menurut dia, sikap itu merupakan hasil keputusan rapat pleno PP Muhammadiyah pada 2 September 2015 lalu.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir bahkan telah menyampaikan keberatan itu pada Direktorat Jenderal Pemdidikan Islam Kementerian Agama beberapa waktu lalu.
"Ketum sudah sampaikan sikap tersebut kepada Dirjen Pendis yang bersilaturahmi ke PP Muhammadiyah pada 9 Oktober lalu," ujarnya.
Berikut kutipan surat yang disampaikan PP Muhammadiyah kepada Presiden Jokowi:
Nomor : 482/I.O/A/2015 Jakarta, 6 Muharram 1437 H
Lamp : 19 Oktober 2015 M
Hal : Tanggapan Penetapan Hari Santri Kepada Yth Bapak Ir. H. Joko Widodo Presiden Republik Indonesia di Jakarta
Assalamu alaikum Wr. Wb. Atas nama seluruh warga Muhammadiyah kami mendoakan semoga Bapak Presiden senantiasa sehat wal afiat, mendapatkan hidayah, rahmat, dan maunah Allah SWT dalam melaksanakan amanah rakyat untuk memajukan umat, bangsa, dan negara.
Selanjutnya menanggapi rencana penetapan Hari Santri, Pimpinan Pusat Muhammadiyah dapat memahami dan menghargai komitmen Bapak untuk menetapkan Hari Santri untuk memenuhi janji politik dan memberikan penghormatan terhadap jasa umat Islam dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Akan tetapi, dalam pandangan kami penetapan Hari Santri potensial menimbulkan sekat-sekat sosial, melemahkan integrasi nasional, dan membangkitkan kembali sentimen keagamaan lama yang selama ini telah mencair dengan baik. Selama ini, umat Islam -termasuk di dalamnya Muhammadiyah- berusaha meminimalkan bahkan jika mungkin menghilangkan sekat-sekat tersebut karena secara politik dan historis sangat kontra produktif serta bertentangan dengan semangat persatuan bangsa.
Penetapan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober juga dapat menimbulkan kontroversi, membangkitkan sektarianisme, dan secara historis dapat mengecilkan arti perjuangan umat Islam yang berjuang membentuk dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bung Karno secara pribadi adalah seorang santri. Karena itu penetapan Hari Santri pada 22 Oktober dapat menafikan peran para santri dan kalangan Islam yang tidak terlibat dalam peristiwa 22 Oktober.
Sehubungan dengan hal tersebut PP Muhammadiyah berkeberatan dengan penetapan Hari Santri. Kalaupun pada akhirnya harus menetapkan hari bagi kalangan Islam tertentu sebagai janji politik sebaiknya dicarikan nama yang lebih tepat dan bersifat spesifik tanpa mereduksi aspirasi umat Islam secara keseluruhan.
Demikian pandangan kami, semoga Bapak berkenan dengan sikap dan mengabulkan permohonan kami.
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH. (Dani Prabowo)