Padahal dari satelit yang dimiliki perusahaan tersebut dengan jelas membuktikan bahwa kebakaran ternyata berada di luar lahan perkebunan. Bahkan titik awal kebakaran justru ada di luar lokasi perkebunan.
“Ini membuktikan bagaimana mungkin perusahaan mau membakar lahan sawit atau hutan produksinya sendiri. Kan aneh dan tidak logis,” kata Petrus.
Ia juga mempertanyakan sikap pemerintah yang langsung memvonis perusahaan tanpa memperhitungkan akibat yang ditimbulkan, dimana dunia internasional akan dengan gampang memboikot berbagai produk Indonesia di luar negeri.
“Ini bisa saja pola kerja mafia internasional untuk menghancurkan pebisnis nasional dengan efek domino berupa PHK secara massal, sehingga negara mengalami kerugian besar,” katanya.
Petrus melihat perusahaan dalam kasus kebakaran hutan sebenarnya korban yang harus dilindungi oleh pemerintah, bukan sebalinya dijadikan kambing hitam.
Karena bagaimana pun juga, kata dia, selama ini perusahaan sudah memikul tanggung jawab sosial yang sangat tinggi, sesuai dengan kewajiban yang diamanatkan oleh Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan.
“Untuk itu, TPDI mengajak semua advokasi hukum untuk memberikan pembelaan kepada perusahaan yang dituduh sebagai pelaku, karena dampaknya akan menimbulkan masalah sosial yang lebih besar yaitu penggangguran massal dengan segala akibat sosial lainnya,” katanya.