TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forest Watch Indonesia menilai Pemerintah lalai membiarkan adanya peraturan daerah yang melanggar UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam UU itu pasal 69 ayat (2) disebutkan pembukaan lahan yang diperbolehkan hanya maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.
Akan tetapi pada kenyataannya saat ini ada peraturan Gubernur yang memperbolehkan pembukaan lahan lebih dari 2 hektar.
Hal inilah yang menyebabkan bencana kabut asap hingga berlarut-larut.
Dr Togu Manurung dari Forest Watch Indonesia mengatakan kelalaian pemerintah tersebut menyebabkan sudah lebih dari 120 hari masyarakat terpapar kabut asap yang telah meluas ke negara tetangga.
“Ini tentunya mempermalukan kita secara gamblang,” kata Togu Manurung di Jakarta, Senin(2/11/2015) malam.
Togu menerangkan, bahwa ada empat akar masalah dalam kebakaran hutan di Indonesia. Yang pertama, dari sisi pengelolaan hutan yang sejauh ini masih jauh diharapkan.
Kedua yaitu, praktik pembakaran yang dilakukan oleh warga secara sengaja. Ketiga, supremasi penegakan hukum yang masih lemah. Dan terakhir, pemerintah lalai.
Ia mengatakan, hutan alam tropika basah di Tanah Air secara alamiah sebenarnya tidak mudah terbakar. Kecuali ada faktor ekstrim seperti musim kering berkepanjangan tapi secara umum tidak mudah terbakar.
“Sumber daya di Indonesia ini sudah mengalami kerusakan yang ‘massive’. Hasilnya adalah babak belurlah wajah hutan kita ini,” katanya.
Untuk mencegah agar tidak semakin meluas kebakaran hutan yang terjadi saat ini langkah yang harus diambil pemerintah adalah mempertimbangkan kemungkinan memperkarakan pemerintah daerah yang nyata-nyata melegalisasi pembakaran lahan yang melanggar UU.
Kedua, Pemerintah segera mengusut dan mempertimbangkan untuk juga memperkarakannya secara hukum atas dasar kelalaian.
Hal senada juga diungkapkan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Nurhidayati dari Walhi menjelaskan moratorium yang dilakukan pemerintah untuk mencegah kebakaran hutan tidak cukup tanpa diimbangi oleh penegakan hukum yang tegas dan penertiban perda yang memperbolehkan membuka lahan yang melebihi ketentuan undang-undang.
“Kami meminta izin yang lama dikaji ulang apakah sesuai atau tidak,” tegas Nurhidayati.
Walhi sendiri menemukan adanya lonjakan ijin yang dikeluarkan pemerintah daerah terhadap pembukaan lahan pada saat menjelang pemilihan kepala daerah.
“Kami menduga pemberian izin ini merupakan bagian dari transaksi politik untuk dana kampanye,” tegas Nur.
Keluarnya izin ini tidak hanya berasal dari calon incumbent tetapi juga dari calon baru yang diusung partai atau independen dengan perjanjian jika terpilih maka ijin itu akan dikeluarkan.
“Sejumlah daerah seperti di Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan. Pemerintah dituntut untuk melakukan audit kepatuhan di daerah-daerah yang menjadi pusat titik api yaitu apakah ijin pembukaan lahan sudah sesuai atau tidak,” ujar Nurhidayati.