TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Saya berharap gelar pahlawan kepada Gus Dur (Presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid) tidak ditunda agar kepahlawanannya dapat ditiru kaum muda dan anak bangsa."
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU, Cholil Nafis menanggapi Dewan Gelar Pahlawan Nasional yang belum akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada dua mantan Presiden RI, Soeharto dan Abdurrahman Wahid, pada tahun ini.
Kata Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat itu, kini Indonesia mulai mengalami krisis jiwa kepahlawanan yang mau berkorban demi negara.
Sosok Gus Dur menjadi jawaban atas krisis itu.
"Anugrah kepahlawanan Gus Dur dapat menjadi inspirasi," tegas Cholil kepada Tribunnews.com, Senin (9/11/2015).
Mungkin, kata dia, ada pertimbangan momentum yang kurang tepat gelar pahlawan kepada Gus Dur karena dikaitkan dengan gelar pahlawan kepada Soeharto.
Padahal, tegas dia, kepahlawanan Gus Dur bukan karena memerintah Indonesia. Tetapi memang semua hidup Gus Dur sejak muda adalah untuk Indonesia.
"Gus Dur sebagai bapak bangsa mampu membuat perubahan di Indonesia," ujarnya.
"Tanpa karena jadi Presiden, Gus Dur telah mendedikasikan hidupnya untuk Indonesia," cetusnya kemudian.
Menurut Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat itu, nilai kepahlawan Gus Dur perlu ditiru oleh generasi penerus bangsa.
Gus Dur, dia kisahkan, rela meninggalkan kepentingan diri dan keluarganya demi kepentingan bangsa dan negara. Bahkan kepentingan kelompoknya sendiri, Gus Dur tinggal demi tujuan negara.
Dia tegaskan, Gus Dur telah banyak membuka mata wawasan bangsa untuk menatap ke depan.
Persatuan dan kedamaian dalam konteks berbangsa dan bernegara didahulukan dari soal individu atau kelompoknya.
"Bahkan rela lengser dari tampuk kekuasaan tanpa perlawan demi kedamaian di Indonesia," katanya kepada Tribun.
Sebagai tokoh agama, lanjut dia, Gus Dur telah mampun menggali nilai-nilai agama yang memberi rasa damai kepada manusia.
Gus Dur mengimplementasikan agama menjadi spirit untuk membela kaum lemah.
Selanjutnya dalam konteks negara, Gus Dur melatakkan dasar agama berhubungan dengan kerukunan dan kenegaraan.
"Gus Dur bisa menempatkan diri sebagai tokoh agama yang sekaligus sebagai negarawan," demikian dia menilai sosok mantan ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul Ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Masih Ditunda
Dewan Gelar Pahlawan Nasional belum akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada dua mantan Presiden RI, Soeharto dan Abdurrahman Wahid, pada tahun ini.
Dua gelar pahlawan nasional kepada mantan orang nomor satu di Indonesia itu diendapkan. Dewan Gelar masih menunggu waktu yang tepat untuk menganugerahkan gelar tersebut.
"Diendapkan dan menunggu waktu yang tepat, hanya itu catatan dari Dewan Gelar. Mengapa diendapkan? Silakan dikonfirmasi ke Dewan Gelar," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa setelah mengisi seminar di kampus Universitas Negeri Surabaya, Senin (9/11/2015).
Catatan itu adalah jawaban dari Dewan Gelar setelah kementerian mengirimkan surat baru-baru ini. Tahun depan, Khofifah mengaku akan menanyakan kembali soal perkembangan penganugerahan gelar pahlawan tersebut.
"Setelah rekomendasi dari Dewan Gelar dikeluarkan, baru nanti keputusan presiden (keppres) akan dikeluarkan," ungkapnya.
Dari sejumlah nama yang dibahas, lanjut Khofifah, baru nama Sarwo Edhie yang sudah memiliki rekomendasi dari Dewan Gelar dan sudah memiliki keppres.
"Kalau untuk Sarwo Edhie tinggal menganugerahkan saja," tambah Ketua Umum Muslimat NU ini.
Soeharto adalah presiden kedua RI, sedangkan Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan Gus Dur adalah presiden keempat.