TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka dugaan penyelewengan dana bantuan sosial dan dana hibah Sumatera Utara tahun anggaran 2012-2013, Eddy Sofyan, menyebut penerima aliran dana tersebut seharusnya yang bertanggung jawab pada kasus ini.
Eddy yang menjabat sebagai Kepala Badan Kesbangpol Pemprov Sumatera Utara ini menjelaskan penerima dana tersebut telah melakukan penandatanganan pakta integritas sebelum menerima aliran uang APBD provinsi itu.
"Prinsip hibah yang menerima bertanggung jawab secara material dan administrasi karena mereka telah tanda tangan pakta integritas," kata Eddy Sofyan sebelum masuk ke mobil tahanan dari Gedung Bundar Kejaksaan, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (12/11/2015).
Terkait pertanggungjawaban dana hibah yang bermasalah, menurut Eddy, seharusnya penerima yang ditanyai oleh penegak hukum.
"Kalau mereka tidak mempertanggungjawabkan dengan benar mereka lah yang bertanggung jawab," katanya.
Menurut informasi dari Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, ada 16 LSM dan organisasi penerima dana hibah sebesar Rp 1,6 triliyun yang tidak diketahui keberadaannya.
Terdapat pula enam LSM dan organisasi yang menerima Rp 500 juta, tidak dapat menunjukan bukti pertanggungjawaban.
Guna mengukap kasus penyelewengan dana hibah dan bansos Sumatera Utara tahun 2012-2013, Jampisus Arminsyah menyebutkan telah memeriksa 274 orang saksi dari Pemerintahan Sumatera Utara dan menahan Kepala Badan Kesbangpol Eddy Sofyan.
Pada kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pudjo Nugroho bersama Kepala Badan Kesbangpol Sumatera Utara Eddy Sofyan dalam dugaan korupsi dana hibah provinsi tersebut, pada Senin lalu (2/11/2015).
Selain terjerat dugaan penyelewengan dana hibah, Gatot juga terjerat kasus dugaan suap hakim dan panitera PTUN Kota Medan yang menyebabkan dia ditahan KPK.
Gatot turut mendapat status tersangka pada dugaan memberi suap mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella, dan dugaan memberi suap anggota DPRD Sumatera Utara terkait hak interplasi.
Kasus dana bantuan sosial Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2011-2013, berawal ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi penyelewengan senilai Rp 1,4 Miliar.
Hingga kini, BPK telah menemukan 16 organisasi masyarakat penerima dana bantuan sosial adalah lembaga fiktif dan telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 2,2 triliyun.