Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fransisca Ristansiah (53), begitu terpukul dengan kematian anaknya Dionisius Giri Samodra (Andra) saat bertugas sebagai dokter di Dobo, Maluku.
Bagaimana tidak, kurang lebih seminggu yang lalu, Kamis (5/11/2015), ia masih bisa melihat keceriaan wajah anak keduanya itu.
Sejak akhir Oktober lalu, Andra mengambil cuti selama 10 hari hingga 5 November 2015 dengan menghabiskan waktu bersama orang tuanya, di rumahnya di Pamulang Indah, Jalan Cempaka, Blok B6 nomor 5 komplek MA.
Andra yang menempuh pendidikan Kedokteran di Universitas Hasanudin Makassar tersebut harus kembali ke Dobo, Kepulauan Aru, Maluku untuk bertugas sebagai dokter.
Tak ada firasat sama sekali dari sang ibu, saat anaknya tersebut menghabiskan cuti di rumah. Hanya saja, sehari sebelum berangkat, Andra meminta tidur bersama ibunya, karena akan kembali bertugas di luar pulau.
"Engga ada firasat apa-apa, malamnya sebelum berangkat ia ingin tidur sama saya minta dipeluk dan minta izin untuk kembali ke Maluku karena harus bertugas," katanya di rumah duka.
Bahkan menurut Fransisca, saat mengobrol di ruang tengah sebelum berangkat, Andra pernah berjanji untuk membelikan mutiara untuknya.
Ia mengatakan akan membelikan mutiara apabila uangnya selama menjadi dokter di Dobo sudah terkumpul. Andra tertarik dengan mutiara di tempat kerjanya yang dinilai sangat bagus.
"Dia bilang mah, nanti Andra belikan mutiara buat mamah kalau uangnya sudah terkumpul. Mutiara di sana bagus-bagus," kata Fransisca yang tampak berkaca-kaca.
Fransisca tidak kuat menahan tangis ketika menceritakan sosok anaknya tersebut.
Menurutnya Andra adalah sosok penurut yang tidak pernah melawan orang tua. Dia selalu lembut ketika menjawab telepon darinya.
Namun menurutnya dibalik kelembutan tersebut, Andra memiliki kemauan yang keras. Salah satunya menjadi seorang dokter.
Andra yang sedang demam pun berkukuh untuk tetap kembali bertugas.
"Tidak pernah menyusahkan, tidak pernah melawan orang tua, kalau ditelepon diingatkan jawabnya lembut, low profile, gigih, berkemauan keras," paparnya.
Sementara itu sang ayah Agustinus Mudjianto (57) tampak tegar dengan kepergian anaknya.
Mengenakan kaos dan celana jeans ia berdiri di depan rumah dan menyalami para pelayat. Agustinus mengatakan banyak sifat yang dimiliki darinya turun ke Andra. Selain suka makan, senang bergaul, juga memiliki jiwa sosial yang tinggi.
"Ternyata meski saya tidak pernah bilang, tapi dia mengamati dan mencontohnya, seperti banyak membantu orang," katanya.
Menurutnya Andra juga senang memotret. Semua momen baik bersama keluarga maupun teman-temannya kerap ia abadikan. Itulah mungkin menurut Agustinus yang menyebabkan Andra memilih Kepulauan Aru sebagai tempatnya mengikuti program internsif.
"Semuanya dia potret, sampai makanan pun ia foto," katanya.
Andra menurut Agustinus sangat menyayangi keluarga. Dari program Internsif anaknya tersebut mendapatkan pemasukan sebesar Rp 2,5 juta per bulan. Tanpa diketahui Agustinus, sebagian uang tersebut ia kirimkan kepada sang ibu sebesar Rp 500 ribu.
"Begitu saya tahu, saya sempat marah terhadap istri saya, terus istri saya bilang, saya juga tidak tahu, ia yang mengirimkan sendiri," katanya.
Sebenarnya menurut Agustinus anaknya tersebut menginginkan mengikuti program internsif di sekitar Jakarta saja. Hanya saja lantaran penuh dan slot yang tersisa di wilayah timur, Andra memilih tempat di Dobo. Menurutnya Andra memilih sendiri tempat tersebut dan tidak mengkonsultasikannya dengan keluarga.
"Program internsif kan ada dua tahap. Pertama di sekitar lokasi sekolah, yakni Makassar, dan tahap dua di seluruh Indonesia. Awalnya ia ingin menjalani yang tahap dua di sini, hanya saja penuh, dan tersisa di wilayah timur," katanya.
Agustinus tidak sempat menemani Andra menjelang kematiannya. Ia sedang menunggu pesawat menuju Tual saat anaknya dinyatakan meninggal dunia, Rabu (11/11/2015).
Ia mengaku percakapan terkahir bersama anaknya tersebut ketika berada di Ambon dua hari lalu melalui sambungan telepon.
"Saya telepon ke ponsel temannya, dan meminta untuk menempelkan ponsel tersebut ke Andra. Waktu itu saya menangis dan Andra sudah tidak dapat berbicara," katanya.