TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kegaduhan politik kembali terulang. Kali ini, perseteruan antara Menteri ESDM Sudirman Said dengan Ketua DPR RI Setya Novanto terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden RI dalam negosiasi dengan PT Freeport Indonesia.
Kasus ini mengonfirmasi, rantai praktek perburuan rente atau dalam bahasa yang tren saat ini, Papa Minta Saham, belum terputus dikalangan pemangku kepentingan.
"Almisbat yakin, kasus ini hanya bagian kecil dari puncak gunung es. Praktek perburuan rente bertebaran di segala lini," ujar Sekjen Almisbat, Hendrik Sirait, Senin (23/11/2015).
Dikatakan, beberapa nama yang tersebut dalam rekaman percakapan pencatutan nama itu misalnya, alih-alih memberikan klarifikasi yang jernih dan obyektif, malah saling berbantahan yang akhirnya menempatkan posisi Jokowi dalam situasi yang ambigu.
Kabinet yang diharapkan terkonsildasi dan terkoordinasi baik justru dalam kasus ini terlihat semakin terfragmentasi.
"Almisbat berharap Jokowi dapat mengambil sikap tegas dan terukur. Publik sejauh ini menunggu langkah-langkah Presiden untuk menuntaskan kasus pencatutan nama," Hendrik mengingatkan.
Di sisi lain, katannya lagi, kasus ini harus dijadikan momentum untuk pembenahan kabinet agar agenda Nawacita tidak dibajak oleh menteri-menteri yang tidak sejalan dengan Presiden.
Ditegaskan kembali, Almisbat menilai 100 persen, Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Sudirman Said adalah sebagian menteri yang membajak Nawacita dan layak diganti.
"Kasus pencatutan nama ini disinyalir merupakan bagian dari permainan kedua menteri itu untuk mengedepankan dan menyelamatkan kepentingan mereka," Hendrik menegaskan.